Sepasang matamu seperti bulan, mengikuti pelanpelan hatiku berjalan.
Kadang ke Timur, barat, utara atau selatan, berhamburan, berceceran
menjadi pertemuan yang tak menentu. Bau hujan di rambutmu membawa aroma
musim semi. Berkejaran menyelami dadaku. Meski mataku terpejam,kegaduhan
berguguran dari kelopak mata.
Bilamana hati menjadi rindang, dan jalanan masih sepi, maka biarkan bibirku terkatup mengendapkan rindu yang tertumpah. Berceceran, di sepanjang jalan rindu, yang samar dan tak berujung.
Hari masih malam, dan secangkir kopi darimu semakin hening. Kopi manis
menghela nafasku satu persatu. Menyembul dari adukkan, seraut wajah
yang tumbuh tanpa permisi, menyelami gulagula untuk kusinggahi.
Jika perjalanan menjadi jalur rindu, maka biarkan kumenabuh rindu di
puisimu. Menyanyikan kenangan yang tercuri dan kusimpan di pelepah daun
pisang. Lalu kutulis bersama daundaun rindu yang mulai menghitam.
Aku rindu pertemuan itu kembali, untuk meruapkan aroma gemuruh. Di kamarku.
Padepokan Halimun 11 November 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar