Jumat, 06 April 2012

wajah Cinta Rembulan Di Awal November

wajah Cinta Rembulan Di Awal November

oleh Andrie Enrique Ayyas Camarena pada 1 November 2010 pukul 20:30 ·
wajah Cinta Rembulan Di Awal November

Berjalan di tepi pantai, lampu-lampu jalanan keemasan mulai berkedip-kedip menembus ranting pohon tak berdaun. Bayanganmu masih berdiri di ambang jendela langit malam dan angin dingin mengusap paras wajahmu. Matamu cemerlang memantulkan warna lembayung langit yang terbit di hatimu kemudian meredup perlahan-lahan. Cahaya rembulan menyentuh pipimu, pada bintang pertama yang muncul malam ini di atas pasir putih. Cahaya yang mulai redup seakan-akan menyembunyikan usiamu yang tertiup angin, menyelusup lembut dan menawan seperti Dewi Kucing dari zaman Mesir Kuno. Dingin dan sulit di tebak.

Asap rokok  Marlboro yang terselip di bibirmu, melayang-layang ke udara membiaskan cahaya rembulan keseluruh alam raya dan memantulkan cahaya kemilau pada dedaunan yang bergoyang-goyang di hempas angin musim hujan yang dingin dan basah. Ketika kau berpaling, kabut malam mulai menetes perlahan-lahan di kejauhan dengan perasaan resah, seperti perubahan hatimu.

Langit malam semakin temaram. Bulan purnama menaiki titian langit dengan tenang dan anggun, bayangannya jatuh menari-nari di permainkan angin dan ombak di permukaan laut. Aku menengadah memperhatikan rembulan yang bergeser perlahan-lahan dan menggeliat di ranjang pesiar langit, tempatmu biasa tertidur dan menutup jendela hatimu. Membiarkan kegelapan malam mendekam di luar dan berdenting mengisi keheningan.

kau seperti sekuntum bunga yang masih segar, lalu seekor kumbang jantan mempersunting dan menggagahimu setiap malam dengan sengatan kasar dan menyakitkan. Kemudian warna cantikmu mulai luntur, layu dan pucat sedikit demi sedikit. Setelah  kumbang jantan itu pergi meninggalkanmu, ada beberapa lebah jantan yang mendekatimu, tetapi sayang sekali, sang bunga sudah tidak memiliki gairah lagi untuk menyebarkan keharuman, madu yang di kandungnya telah kering. kemudian suatu hari, datang seekor kupu-kupu jantan dengan sayap warna-warni pelangi penuh kharisma, hinggap perlahan-lahan dan hati-hati. ke dua sayapnya yang lebar itu seolah-olah melindungi sang bunga dari sinar mentari yang terik membakar. Tiap kali kupu-kupu mengepakkan sayapnya tersebar kesegaran yang sejuk dan manis. Dari kepakkan sayap itu sang bunga mendengar sebisik cerita bahwa kupu-kupu itu datang dan singgah dari sebuah taman yang sangat jauh. Ketika kupu-kupu itu terbang meninggalkannya, terbawa olehnya sebagian serbuk-serbuk harum dari bunga itu, lalu di bawanya singgah di sebuah taman lain yang terletak di suatu pulau jauh di sudut langit. Di sana, serbuk serbuk itu di kibaskan dan tumbuh menjadi bunga baru yang harum dan segar. sang bungapun tersenyum, senyum dengan lesung pipit yang kau miliki di tempat yang sama seperti yang ku lihat tiga tahun yang lalu.

Malam semakin larut. Bulan purnama melambung menaiki tangga-tangga langit yang jernih kelabu, sinarnya berderai lembut memantulkan kilauan lembut yang meriak-riak di permukaan laut. Terdengar suara nyanyian burung-burung malam sayup-sayup hilang timbul tenggelam di antara suara desau angin dan desah ombak. Bulan berlayar semakin jauh dan lepas,  bayangannya yang tertinggal di laut seperti pecah menjadi ribuan keping sinarnya yang berguncang di hempas dan di ayun ambingkan ombak.

Angin malam semakin dingin, menerpa bayangan wajahmu. Semakin cantik selembut bayangan rembulan. Membuatku tergoda ingin mengecup dan mendekapmu. Di atas langit bulan seperti sedang mengikuti gerak bibir kita, berayun-ayun seperti penari hula-hula. Ketika kau memejamkan mata, semua terasa lembut, seakan jiwa raga berada di puncak gelombang laut yang mengombang-ambingkan serta mengangkat tinggi-tinggi menuju langit asmara.
hening....
Kudengar suara rintihanmu, halus dan lembut mendesis di sela-sela bibirmu berkali-kali, memantulkan rasa itu di ujung langit. Kemudian gelombang pasang datang dari jauh, mengangkatmu semakin tinggi mencapai langit, bulan, bintang serta alam raya. Segenap perasaan bergetar, tangan menggapai-gapai, nafas semakin berat, rintihan semakin kuat. kemudian gelombang pasang menghempasmu  lagi ke puncak nirwana. Tangan menggapai mencari pegangan lalu di rasa semacam denyutan  lembut menjalari segenap tubuhmu, halus dan jauh, kau menggigit bibirmu sambil merintih terakhir kali. Ketika kau membuka mata, terlihat wajah rembulan mengintip malu di balik jendela langit.

Pertemuan  itu akan selalu ku kenang sepanjang hidupku. kehidupan, kecantikan dan senyummu yang berlesung pipit, semua itu telah ,memberi gairah dan warna tersendiri pada kehidupanku. kau adalah bagian dari hidupku tak akan kurahasiakan kepada Tuhan jika suatu saat Dia memenggilku. Hukuman apapun yang akan dijatuhkan padaku pada hari kematianku akan kuterima. Aku mau agar Tuhan mencabut nyawa kita malam ini, agar tak ada perpisahan esok hari.

Rembulan melabuhkan diri di tepian malam di ujung laut. Sinarnya yang lembut di tariknya terbenam kedasar lautan perlahan -lahan. Ombak berlarian bergulung-gulung berpacu dengan angin yang berhembus dari timur jauh. Alam menjadi hening dan sunyi.

Kasih jika aku punya sayap, akan kuberikan padamu agar kau bisa terbang menemuiku dan melihat-lihat dunia impianmu. Hati ini adalah pulau tempat kamu yang sedang terluka melabuhkan sakitmu dan menjadikannya tempat menambatkan cinta jika kau merasa pilu dan rindu. Aku adalah perahu yang tersesat haluan mencari dermaga tempat berlabuh dan kau adalah burung yang terbang mencari sarang tempat bercinta. Kita berdua tersesat di laut lepas dan saling menemukan satu sama lain di satu pulau.

Malam menjelang subuh, ku berpaling menatap bulan yang sedang rebah di pangkuan laut. Itulah malam terakhir bersamamu di awal November.


* Sahabat silahkan masuk
maaf jumlah tag terbatas
beranda hatiku terbuka untuk siapa saja


Padepokan Halimun, 1 November 2010

· · · Bagikan · Hapus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar