Selasa, 03 April 2012

Histologi Cinta 7

Histologi Cinta 7

oleh Andrie Enrique Ayyas Camarena pada 13 Januari 2011 pukul 16:08 ·
 
Histologi Cinta 7

1.
Dear Diary, Dear History
:Ayahku

Pada mulanya adalah catatan harian, kemudian buku yang menjadi ingatan, bahasa,hurufhuruf, gambargambar yang membentuk perbincangan politik sampai cinta. Yang harus di tafsirkan sendiri ketika di pindahkan ke catatan harian: ataukah makna  yang yang terus menerus berkembang dalam perbincangan di teras senja dan lembaran tentangmu menjadi suatu makna dengan atau tanpa diriku.

Sejarah menghampiri dirinya sendiri.  Catatan harian seorang ayah yang  telah menguning dalam posisi hegemoni petuahpetuah yang meyeruak ke permukaan. Dan catatan harianmu betulbetul dengan tulian tangan yang tidak di publikasikan namun getaran semangatmu  telah menyentuh hatiku.

Ayah, permainan musikmu di hatiku bagaikan tarian anak seribu pulau yang tidak lazim dan tidak bisa menjadi sejarah umum. Sekarang adalah jalan yang  ingin kita lalui, namun "sekarang"  itu adalah perjalanan yang panjang. Mulamula aku harus terbang ke batas pikiranku  menemui waktu yang tersisa, karena sejak peti mati yang membawa jazadmu, alur cintamu telah menjadi penunjuk arah ke peraduanmu dan kehilanganku.

Dari dirimu yang kubaca dari kiri ke kanan dan suara yang menertawakanmu dalam janjijanjimu dan dalam diam, merenung dan  membacamu adalah sangat jujur, detail dan tanpa emosi, karena kau tetap berdiri di luar peristiwa yang mengikat emosimu agar tak meleleh masuk ke dalamnya.

Kau menghentikanku ketika aku terlihat bahagia. Sejarah menjemput dirinya sendiri, kau  tidak bisa di kuasai oleh satu versi dan di buku putihkan, tapi aku lebih suka sejarahmu dengan sirkulasi penafsiran dalam jalan sunyi yang tidak di minati semua orang. Hidup tertulis di keberanianmu yang menghadapi tanda tanya. Tanpa kumengerti dan ku tawar. aku hanya bisa mencoba menerima dan menghadapinya tanpa dirimu sekarang ini.


2.
Ayah

namamu tumbuh berlumur debu aspal jalanan
sulit di kuliti dengan perspektif tak berjarak
kritis, sehingga terlihat bening
tampak dalam dirimu yang tergambar polos

 kau adalah si anak hilang,
aku yakin itu, dari hatimu yang mudah teriris pada ketidak adilan

siang tadi aku bertemu katakata di bibirmu
dua kilometer dari situ, ayah
ada yang tertawa dalam makan malam
di depan seraut wajah yang terdiam memberontak

lembayung senja menyepi di puncak gunung
bercengkerama dengan kabut dan halimun
yang mimpinya telah patah di usia muda
dan hidungmu sudah mengendus maut
di pelataran tembang sunyi

aku ingin mengobrol pada kematian
sebelum  pamit  pulang di lereng semeru
kulihat dirimu tersembunyi  dalam gelap
memberikan warna cerah pada langitku

cinta yang ku perbincangkan dalam hatiku
menghangangatkan lembayung senja bersiluet panjang
yang terus berpijar saat  matahari mulai turun di sungaisungai mimpi
ketika air matamu menjadi berkahku

In memoriam beloved my father  ( 14 februari 1953 - 11 januari 2011)

Padepokan Halimun, 13 Januari 2011
· · · Bagikan · Hapus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar