Rabu, 04 April 2012

PUISI INI DIIKUTKAN DALAM ANTOLOGI PUISI: KASIH- TANAH, AIR, UDARA

PUISI INI DIIKUTKAN DALAM ANTOLOGI PUISI: KASIH- TANAH, AIR, UDARA

oleh Andrie Enrique Ayyas Camarena pada 28 November 2010 pukul 16:15 ·
 
PUISI INI DI IKUTKAN DALAM ANTOLOGI PUISI: KASIH TANAH AIR DAN UDARA
[hasil dari buku ini akan di sumbangkan kepada para korban bencana alam di seluruh tanah air]


Salam Dari Ibuku Yang Masih Tradisional

1.
Awan Panas
: Merapi

Angin sore mengendus-ngendus
berkejaran di bawah langit, yang bercerita tentang awan
yang membawa sayap dari tiang-tiang mentari
menerbangkan debu panas dan dedaunan
yang berwarna kuning kecoklatan
bunga-bunga  kamboja mulai rontok
jatuh berguguran  di batu nisan
sebagian melayang-layang dengan gusar
dan hanyut menempel di gundukan tanah

lahar merapi berdendang, seperti genderang perang
yang rindu pada suara-suara tak bertuan
bagai dentuman palu godam
yang siap meremukan kepala
dan awan-awan panas yang membakar malam
membuka pori-pori kulit bercampur belerang

air mata yang menetes, tunduk pada tanah
kaki dan tangan berdoa di tengah getaran yang di tikam malam
awan panas  menjerat sukma
memabukkan nafas yang diam-diam beranjak pergi

nyawa yang bertandang saat mentari terbit,
mulai tampak punggung di kala senja
dengan mengucap salam santun
bagaikan debu yang menyelinap di daun pisang
tersebar tertiup angin
dan menari-nari di pelupuk mata

bola api yang menyala terus mengutuk
membakar hati yang hitam pekat
hangus penuh luka dan bernanah

awan panas bergeser membakar,
membara di tubuh tanah asal
bergoyang ke kiri dan kanan
berputar menjilati sawah ladang
kemudian menerjang, menghanguskan ilalang
yang tertidur dan tumbuh di kali kuning dan gempol

tarian kematian berjatuhan di sudut-sudut ruang yang terpejam
membakar sarang  langit-langit  kamar
dan kelambu foto pengantin
yang tergantung di dinding rumah

tapi di sini, Allah mengirimkan rahmatNya
bagai tarian  para bidadari surga
yang di bawa oleh anak-anak angin
mereka menyiram bumi dengan kesejukkan
menyuburkan tanaman yang terlelap
sampai di ujung-ujung kaki
untuk semua makhlukNya
yang sering bertanya dan pulang



2.
Tarian Anakanak Air
:Mentawai

mentawai di kala pagi,

anak- anak ikan berlompatan
menjemput mimpi-mimpi alam
membasuh hidup sejuta warna
sinar mentari berkejaran dengan embun yang menetes
membuai rindu yang menatap pilu

warna pelangi masih semburat lembut
menawan kisah cinta dua dunia
yang datang bagai munculnya sekuntum bunga
di tepian pantai yang memutih

mentawai di kala siang,

melepas harapan yang penah terkubur
jiwa-jiwa penuh daki berlalu lalang
terdiam, ketika ombak seperti membeku
di sudut-sudut ruang gelisah

angin hitam membawa kabar tentang gelombang
tertawa di liang lahat
penuh tombak-tombak  pencabut nyawa
merindukan nyawa anak manusia
yang akan dijadikan pengantinnya

mentawai di kala malam,

tubuh-tubuh rapuh bergentayangan  di tepi pantai
ketika gelombang pasang datang membawa janji
dengan salam hangat dari ibu
merindukan anaknya yang lupa akan rumahNya

tiap detik waktu yang berjalan
anak-anak air berlarian membawa ruh rindu
bercerita tentang dongeng anak manusia
yang menjaga alam  dengan rasa sayang



3.
Air Perawan Di Bukit Gundul
:Wasior

angin malam masih terlelap
dalam  kehangatan bunga tidur
ketika langit menjadi hitam pekat

air!air!
air bah yang masih perawan
dengan kolong-kolong yang menganga
berkejaran dari atas bukit-bukit gundul
melewati angin yang bermain-main di ujung malam

seperti wabah penyakit
diantara gerisik kampung ilalang
menghampar di bawah tangisan wasior

air bah itu berlarian merunduk-runduk
menikmati nyawa-nyawa bumi
menangis ke seluruh alam
penjuru lekuk bukit menyapa duka nestapa
yang terserak di antara rimbunnya kematian
dan geleparan tubuh-tubuh kaku yang memucat


Andrie Enrique Ayyas Camarena
Lahir di Solo, 2 September 1976


Padepokan Halimun, 28 November 2010
· · · Bagikan · Hapus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar