Selasa, 03 April 2012

Puisi Tua di kerling Matamu

1.

aku masih membacamu, di buku buku tua
lampu lampu kota menyimpan cahaya di persimpangan
ada sorot mata yang megah di kakinya
dengan kerlip aneka warna, hingga senja jatuh terkapar
dan di antara syahwatku, ada yang menua di jalanan
dia tak paham kapan harus berhenti, kemudian melepuh penuh bara
..
...
...
Kan kutanam peristiwa untuk menjadi tuli dan buta

2.

Bagai sebuah lagu hip hop yang riang. Kian jenaka kenanganmu menari. Diiringi adonan suara masakan yang melamun sendiri. Mereka saling berimpit. Sedetik berikutnya saling menjauh. Berputar seperti gasing. Melompat tinggi. Lalu jatuh dengan lembut. Seringan kapas. Menggoda lidahku

3.

hari hari semu bukanlah aku, dilingkar waktu yang berhenti
lebih tak berarti dari debu yang terbang, tak memahami arah
sampai ku sekarat, enggan menebak usia yang mengitari
pedihnya tawa kecil, menelan kenangan yang terikat, pada asap asap mariyuana
mengitari lengkungan di mata, sampai aku menjadi lelaki gila di puisimu
dan aku bukan apa apa, cuma angin yang berbisik

aku tak mengerti
saat menunggu malam mengejar pagi,
untuk menggugat hujan yang tak berdetak
penantian hanya api yang kian padam
dan rasa cinta seperti burung burung berguguran,
karena iklim kian demam untuk menegur
sampai aku berhenti berpuisi
dan mati oleh kata kata



Padepokan halimun 29 Oktober 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar