Kamis, 29 Maret 2012

Sebuah Puisi Yang Terkurung Cemburu



Aku masih ingat, ketika Kau  menjadi kupu kupu, sepasang sayapmu kebesaran, berterbangan,mengitari  wajah bulan, menutupi kilauan mentari, dan aku sering menyisir rambutmu, beraroma shampoo, menghunjam jantung,  detaknya lahir dan mati di genggaman tangan, sementara kusuka matamu, berkedip di antara ombak, bertabur pasir pasir bawah laut, mata itu memandangi ribuan batu karang, memahat rindu dan menyimpan luka, meninggalkan selembar jejak waktu,  menggerus nurani, untuk  mengendapkan kata kata cinta.

Dan malam datang berkunjung, lalu tinggal menetap, membawa secarik puisi, jatuh menggantung, melingkar di tepian ranjang, setiap kunang kunang datang, cahayanya  berbisik,” aku mencintaimu.”

kemudian, satu persatu ribuan puisi kuletakkan di dada, agar aku  rindu merumah di hatimu, seperti bunga sakura mekar, baunya membawa kabar dari musim semi, dan mulut puisi riang gembira  mencipta dirimu.

Mungkin dulu, kau masih malu malu, hanya mengintip di pintu hati, memohon sorot mata awan  menjelma hujan, membasahi semak belukar dan taman taman kota, menggoda huruf huruf cinta, panas dingin membasuh bibir, dan angin menghisap rintik rintik air, lentur, berkerut, berlumuran bait bait puisi, berkabut, bernafas di hamparan kertas putih, lalu  terbang ke langit.

Kulihat, ada sosok  muram terikat rindu, terpasung di ruang sunyi, saat berbicara  tentang masa kecil yang getir, waktu berputar cepat dan tak terlihat, bersembunyi  di balik senja,mengurai jiwa putih, menguapkan sifat jenaka, dan adrenalin perlahan meninggi, mengupasi tatapan mata, senyum, bahasa tubuh, dan keringat.
Sedangkan  paru parumu kembang kempis, bernafas di  di tengah lalu lalang  udara. Merekam berbagai macam cerita, ada tulang rusuk patah, tak lagi tegak berdiri. Barangkali bersembunyi, menanti secawan anggur di riak riak sungai.tenggelam, tak lagi menggores bebatuan. Lalu muncul kembali,berenang di lorong lorong sempit.

Akhirnya, pergelangan tanganmu mulai menggula, meleleh, menempel di jalanan semut. Dan mereka suka mengamati manisnya kata katamu.pada jalan lain, ada wajah menangis, ada sekerat daging dikoyak koyak. Dan ada  jutaan pertanyaan terkurung cemburu.tapi aku hanya meminta satu saja,menyematkan sekuntum bunga di rambutmu, dan biarkan segala prasangka di kepala sirna.


Padepokan Halimun, 17 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar