Rabu, 14 Maret 2012

Hhhhmmmm....Jika Aku Bisa Merengkuhmu Ya Ramadhan, Seperti KekasihKu

Hhhhmmmm....Jika Aku Bisa Merengkuhmu Ya Ramadhan, Seperti KekasihKu

oleh Andrie Enrique Ayyas Camarena pada 28 Agustus 2011 pukul 22:00 ·
Hhhhmmmm....Jika Aku Bisa Merengkuhmu Ya Ramadhan, Seperti KekasihKu


1.

Kekasihku
dalam diam, dari balik jendela kamar
di sujud yang sama
untuk menyandarkan tangis pertama kali
aku menunduk, merapat bersisian, dan menggenggam tanganMu
pandanganku masih tetap sama, menyentuh taman taman cahaya
dan Kau perlahan mengecup kuat keningku
saat kutulis puisi ini

pada sudut mata yang tersenyum
berlarian mengejar subuh
dan kabut pagi menetes, menulis namaMu
membasahi zawiyah, melelehkan sedikit waktu
untuk mengikat janji yang menggugurkan dosa
di hamparan sajadah qolbu

kekasihku,
kukatakan sekali lagi
kau adalah puisi cintaku
tempatku meriangkan batin
dan menikmati kesendirian
di bawah lampu lampu tahajud

duhai Ramadhan, tolonglah aku
datanglah terang
merepih rindu
untuk memasuki hati lailatul qodar
hati yang hidup di kebun kebun rindang, memayungi seribu bulan
boneka rumput, bunga bunga tadarus hingga lilin putih
menghiasi warna lembut nan terang

dan kulihat, jagat raya hanyalah titik kecil
di ujung lafalMu, menyambung ke dalam diriku
memberi nyawa di aliran darah
menggetarkan jantung
memancarkan frekuensi yang menggula
dan kuseduh di bibir kopiku
seteguk kopi seorang raja
di sebuah lukisan tua
yang memahami sebagian kecil saja
tentangMu

pikiranku masih menyusun gambar remang remang
dan sayup sayup alam gelap bertanya pada anak anak dzikir
yang menyendiri di penghujung malam
di depan wajahMu, uzlahku tersungkur

mungkin hatiku masih tertutup
tapi ku ingin menghidupkan agamaMu
di permulaan dan akhir umurku
sampai kematian datang, tersenyum
dia duduk di pinggir nafas, diam, termenung
memandangku

dari balik jendela kamar
di sujud yang sama
saling bergenggaman tangan
dan kusandarkan kepalaku
mengelus hatiMu, perlahan
Kau dan aku, sama sama terdiam
sunyi
hening
hanya nafas Kita di malam itu


2.

ramadhan meleleh, manis seperti coklat
tersangkut di tenggorokan
tersampir di pergelangan ruh
tertidur di ubun ubun
kadang, lelehan itu tergeletak di sudut nafas

tiga puluh perempuan menari, bergerak pelan menuju putih
melangkah tanpa suara
menyibak untaian selendang itikaf
di depan tangga melingkar tak utuh
di atas kolam qolbu
pelan, langkah demi langkah
daun kering yang terseret selendang, berderit menyayat
lailahaillallah

dan kesunyian
berseru diam
berkelebat pelan
di putus pecah daun kering terinjak dzikir
namun tak pudar

berjuta juta tarikan nafas
untuk dunia yang fana
tubuh yang fana
kekuasaan yang fana
dan cinta yang fana

tarikan nafas akan melupakan sekuntum manhaj
ketika tiga puluh perempuan membelakangi rembulan
dan membuang pita rambut ke lantai sujud
gaduh, mengiringi tolehan wajah penari
yang tak lagi ayu
tak lagi polos
wajah yang penuh coreng moreng

Ya Rabb,
dosaku mengurung jiwa rapuh ini


Padepokan Halimun, 28 Agustus 2011
· · · Bagikan · Hapus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar