Jumat, 30 Maret 2012

Cerber Fiksi : Puisi Ibu 8

Cerber Fiksi : Puisi Ibu 8

oleh Andrie Enrique Ayyas Camarena pada 28 Oktober 2011 pukul 20:37 ·
Cerber Fiksi : Puisi Ibu 8


Kunang Kunang Dalam Puisiku

Malam semakin larut. Di atap puncak Paragon apartemen, sesosok bayangan laki laki, berumur 30 tahun berdiri mengawasi cahaya bulan. Dia adalah Syd,  penyihir dari utara. Seorang laki laki yang kelihatan cuek, memakai jaket dan celana panjang dari kulit beruang coklat, berambut gondrong sebahu,memakai kacamata hitam dan bertopi seperti cowboy. Syd adalah seorang penyihir dari klan Angsa Hitam. Keahliannya adalah api, ilusi dan mengendalikan binatang binatang sihir.
“Hhhmm, Shaka Si Iblis Seribu Wajah, Dia sudah muncul lagi, Padahal  dulu dia sudah di  penjara oleh para leluhur, waktu terjadi peperangan antar penyihir. Lalu siapa yang melepas kunci selnya?”
“Dia tadi berada di sini, getaran rohnya masih terasa. Hhmm, menarik sekali, sudah lama tidak bertempur lagi,” Kata Syd.
“Jejaknya masih ada, mungkin Pope, si kunang kunang api masih bisa mendeteksi jejaknya,” katanya sambil membuka telapak tangan kanannya, lalu tiba tiba di atas telapak itu muncul bulatan kecil bercahaya kuning, lalu dari bulatan cahaya itu keluar 10 kunang kunang yang mempunyai cahaya warna merah. 40 kunang kunang itu terbang di depan wajah Syd, seakan akan menanti sebuah perintah.

“Pope kawanku, cari Shaka lalu beritahukan lokasinya padaku,” kata Syd.
Pope berputar-putar di telapak tangan Syd, seperti mengerti perintahnya, lalu Pope terbang ke langit, terus berpencaran  menuju 4 arah, mencari jejak Shaka. Pope adalah anjing pelacak yang sangat efektif, mereka adalah sekumpulan kunang kunang sihir yang bisa mengendus bau apapun dari jarak ribuan kilometer dan untuk menyusup ke daerah musuh tanpa terdeteksi.

“He..he..he..he, kau masih tidak berubah saudaraku Syd Folker.” Tiba tiba muncul suara lali laki di depannya.
“Ha..ha..ha….keluarlah Alcor, aku sudah mengetahui kedatanganmu dari tadi,” kata Syd.
“Itulah kenapa aku sangat menyukaimu Syd,” kata suara itu. Lalu tiba tiba di depan Syd muncul bayangan manusia, Lalu bayangan itu berubah menjadi sosok laki laki misterius, yang  memakai topeng iblis. Alcor Nordik. Si Penyihir Bayangan. Keahliannya masih semisterius orangnya.Dan sampai detik ini, Syd sendiri belum pernah melihat wajah asli Alcor, bahkan penyihir penyihir yang lain mungkin juga belum pernah melihat wajahnya, kecuali sang Ratu.
“Aku diutus Ratu Freya ke sini, karena Shaka sudah muncul lagi,” kata Alcor
“Jadi sang Ratu juga sudah tahu?”
“Ya, dan dia memberiku misi untuk membunuh Shaka bersamamu,”kata Alcor lagi.
“Lalu bagaimana dengan kawan-kawan yang lain?”
“Alberich sedang di Broadway, malam ini jadwal dia manggung. Fenrir masih di Amazone, bersama para perinya. Misty Shaina sedang menyendiri di puncak Langit Hujan. Kalau yang lain aku belum tahu,” kata Alcor
Syd, Alcor,Alberich, Fenrir,dan Misty Shaina  adalah bagian dari 9 penyihir pilihan, dari berbagai klan penyihir. Mereka semua di bawah perintah seorang penyihir wanita, yang di sebut Sang Ratu. Clarion Freya Lawrence.
“Kalau Shaka sudah muncul, berarti saudara saudaranya yang lain pasti akan segera muncul. Shura dan Saga. Makin menarik sekali..,”kata Syd.
“kau benar Syd. Kau lihat di langit, ada 3 bintang yang bersinar terang di barat. Mereka bertiga pasti akan muncul segera. Dan teman teman kita pasti juga sudah mengetahui itu…Selain itu pedang Dewi Athena  mulai bersinar lagi, dan Heracles  sedang menuju  istana Athena di Yunani.”
“Ternyata waktunya sudah akan tiba, pertarungan yang di nanti akan segera tiba, dan…..”tiba-tiba Syd menghentikan  pembicaraanya. Dia memandang ke arah utara, sepasang matanya mulai berwarna biru.

“Hmm..ada yang mengganggu popemu Syd. Tingkat energinya besar sekali. Aku sepertinya pernah merasakan energi yang seperti ini dulu,” kata Alcor
“Pope sudah menemukan jejak Shaka, tapi…..bangsat!!!tiba-tiba tubuh Syd berkelebat ke utara, menuju sebuah hutan kecil yang cukup lebat. Di sana Syd melihat seseorang yang memakai topeng serigala abu-abu, berdiri menghadangnya. Dan di belakangnya ada 10 ekor serigala, mereka memandang ke arah Syd, seakan –akan ingin memakannya.


Rasa Cinta Puisiku

“Ha..ha..ha..ha, tuh liat cewekmu, manis juga ya?” Kata Jafar
“Dia memang manis, kira kira cantik mana sama Ayumi Far?”
“Ha..ha..ha..Ya, terserah kamu sajalah Bro. Yuks kasus baru sudah menanti kita nih.” Kata Jafar sambik keluar dari mobil di ikuti Attar.
“Selamat malam mas Attar.”kata Joyce sambil tersenyum.
“Malam Joy, lagi apa nih? Koq rame banget? Tumben ya? Ha..ha..ha.
“Ah, mas Attar pura pura nih. Eh, ada berita lagi ya? Pembunuhan lagi, boleh dong minta sedikit infonya.”

“Ehem, aku juga belum tahu nih Joy, nanti saja ya.”
“Bener ya mas Attar, ditunggu infonya nih,” kata Joyce sambil mengedipkan mata.

Di TKP sudah banyak polisi yang melakukan  proses pemeriksaan awal dan mengamankan tempat itu dari kerumunan orang banyak dengan menempatkan garis polisi. Ajun Komisaris Jafar Askari dan Ajun Komisaris Attar Galagos menyeruak di kerumunan, lalu masuk ke TKP. Sebuah mobil taksi tinggal kerangkanya, telah terbakar dan jebol di bagian atapnya. Ada mayat di dalam taksi yang hangus terbakar, satu lagi di jalan mayat lagi dengan kondisi yang mengenaskan, di tambah satu mayat lagi di got kondisinya juga mengerikan.

“Korbannya Cuma ini?” Tanya jafar pada seorang polisi.
“Masih ada lagi, dia kelihatan shock dan agak gila.”
Ajun Komisaris Attar memeriksa TKP sedangkan Ajun Komisaris Jafar  mengecek kondisi penumpang nomor dua yang masih shock.
“Ini kayaknya bukan kasus perampokkan..Motifnya belum jelas .Pikir Attar. Dilihatnya Bos besarnya, Komisaris besar Polisi Adeline Susan Forst sedang di wawancarai para wartawan.
“Hei, Bro pembunuhan malam ini sadis sekali,” kata Jafar tiba tiba
“Ya, gimana kamu sudah dapat info?”
“Pemuda yang shock tadi bernama Fredy Marpaung alias Joko Dento. Ia anggota kelompok Gondez, yang kerap melakukan aksi pencopetan di kawasan selatan Metro. Tahun 2005  kemarin, dia dan teman temannya di tangkap polisi, sehabis merampok turis berkewarganegaraan Italy, bulan Juli 2009 dia masuk rehabilitasi, karena kecanduan narkoba. Kemudian yang tewas terbakar didalam taksi itu bernama Herman Santoso, ia masih bujangan, tinggal di kawasan Kumuh di Black Street. Herman  anak buruh bangunan. Ia putus sekolah, sehingga terpaksa mengikuti jejak bapaknya sebagai kuli bangunan. Yang tewas di jalan itu bernama Togar Sianipar, ia masih tinggal bersama orang tuanya. Anak ke dua dari 5 bersaudara ini pernah dikeluarkan dari sekolah karena berkelahi. Ia juga pernah sebagai penjaga gudang pada sebuah perusahaan minuman kemasan, namun dikeluarkan, lagi lagi karena berkelahi. Kalau yang tewas di got itu aku belum tahu dengan jelas,” kata Jafar.

“Hei, cepat sekali infonya, dari mana kau mendapatkannya?”
“Dari Fredy yang Shock tadi, dengan terbata bata dia masih bisa menjelaskan tentang teman teman. Waktu aku tanya tentang pembunuh temannya dia kelihatan ketakutan sekali, lalu pingsan.”

“Ajun Komisaris Jafar dan Ajun Komisaris Attar,” tiba tiba ada suara wanita di belakang mereka. Mereka tersentak kaget.
“Siap..!! kata mereka berdua, begitu mengetahui orang yang berada di belakang mereka tadi.

“Ok, aku mau balik ke kantor dulu. Aku ingin laporan kondisi TKP di sini dan di White Lovett segera mungkin, supaya tahu apakah kita menyelidiki kasus pembunuhan biasa atau bukan. Juga pastikan korban yang shock tadi bisa menyebut siapa orang yang melakukan pembunuhan di sini. Sampai kita memperoleh kepastian, sementara kita anggap ini kasus pembunuhan murni. Suruh orang laboratorium  untuk menyelidiki semua TKP dengan baik. Suruh polisi lain mewawancarai semua saksi dan rekam pembicarannya. Itu. Cek juga apakah ada laporan korban menerima tamu sehari sebelumnya atau minggu ini. Mungkin ini tidak berarti, tapi siapa tahu ada pacar atau suami atau istri yang cemburu.” Komisaris Besar Polisi Adeline Susan Forst memberi perintah sambil bergegas menuju mobilnya.
“Oya, kirim jazad para korban bersama ambulans secepatnya. Kita perlu autopsi hari ini.” Katanya sebelum masuk ke dalam mobilnya.
“Siap, Laksanakan..!!” kata Ajun Komisaris Jafar dan Attar.

“Bos besar cantik ya Far.” Kata Attar sambil melirik Jafar yang wajah masih memandangi mobil bosnya.
“He..he..he..Labih cantik mana sama Ayumi Bro?” Tanya Jafar menggoda temannya.
“Ha..ha..ha..ha..lebih cantik yang akan menjadi istriku nanti.”
“Aku mengantuk sekali, Autopsi kita lakukan nanti siang saja.” Kata Jafar. Dia melihat mobil Bosnya sampai hilag di tikungan jalan raya.

“kau semakin cantik Adeline. Kau bukan godaan bagiku tapi tantangan karena sulit kurayu dan kutaklukan, “kata Jafar dalam hati.
Malam semakin larut, dan subuh sudah menanti manusia yang masih terlelap. Dan suasana yang masih sepi itu dipecahkan suara sirine ambulans  diiringi kilatan lampu birunya yang berpendaran.


Puisiku Dalam Journey

Umur 23 tahun Jose Jr sudah lulus sekolah kedokteran dengan nilai cumlaude. Salah satu dari lima orang mahasiswa  yang terbaik dari lulusan Harvard Medical School. Rizal, Antonio, Jose, Issac dan Hilda. Dr Rizal kembali ke Indonesia dan menjadi Dokter dengan banyak spesialisasi di salah satu rumah sakit terkenal, Dr Antonio juga pulang ke Indonesia menjadi dokter ahli jiwa di rumah sakit Jiwa dan menjadi pskiater. Sedangkan Dr Jose pergi ke Mexico, mengikuti saran almarhum ayahnya untuk mengabdikan ilmunya untuk orang orang yang tidak mampu di pedalaman Mexico, Dan Dr Issac dan Dr Hilda kembali ke England. Sepasang kekasih Dr Issac dan Dr Hilda adalah dua orang teman mereka yang tewas tenggelam waktu kapal yang mereka tumpangi tenggelam terhantam badai laut di lautan Siberia.

Mexico. Salah satu Negara di Amerika Utara, selain Kanada dan USA. Mexico termasuk Negara yang dekat dengan Laut Karibia. Jam 21.00 malam, pesawat American Airline yang membawa Dr Jose Jr mendarat. Dari Bandara Ibu kota Mexico City, Dr Jose naik bus menuju selatan, meninggalkan ibukota. Sesekali kenangan kepada Mey  Lan muncul lagi. Malam  semakin larut, mungkin sudah tertidur pulas dan menyadarkan kepalanya di bahunya. Keringat Dr Jose Jr berlelehan di pipi dan keningnya. Dia mengusap keringat itu dengan sapu tangan. Sebenarnya ia sudah capek dan mengantuk sekali, tetapi ia mencoba untuk terjaga. Diperhatikannya para penumpang lain, sebagian besar sudah tertidur dibangku masing-masing. Dr Jose Jr berpaling ke luar jendela . gerimis turun perlahan. Suasana di luar tampak muram. Angin bertiup menggeraikan rambutnya yang mulai memanjang. Dr Jose Jr menutup jendela itu, Ddia melihat arlojinya . Sudah masuk Subuh. Perjalanan Mexico City – desa Patria terasa lamban sekali.

Setelah sampai di perbatasan, dia naik truk. Jalan dua jalurnya beraspal. Di sisi lain Plaine du Culde-Sac, di kaki tembok pegunungan, jalan berubah jadi palung sungai yang kering. Truk berguncang, menaiki karang terjal. Saat memandang ke bawah, terlihat kuburan badan badan truk yang terjatuh  sebelumnya.

Di peta Mexico, jalan itu disebut “Jalan Kematian”, sepertinya jalan utama. Satu satunya jalan besar yang melintasi dataran tengah. Di satu jalur, jalan menyempit dengan serakan batu besar, ada yang terkikis hingga terlihat bebatuan dasarnya. Pada tempat yang sebelumnya kubangan lumpur muncul bekas roda mongering yang bisa merusak roda, kuku kuda dan kaki manusia.

Truk berbagai ukuran  yang sarat penumpang berayun keluar masuk lubang raksasa, menebarkan debu, dengan mesin menggeram dalam gigi rendah. Di sana sini pengemis di tepian jalan, menadahlan topi jerami. Namun, sedikit orang  yang memberikan sebagian uang recehnya. Meskipun hanya sejauh tiga puluh tujuh  mill ( sekitar  75 km ), perjalanan itu makam waktu 6 jam dan rasanya begitu jauh.

Di puncak ketinggian dan dakian karang, di desa kecil Patria, di tanah cokelat tanpa pepohonan, berdiri sebuah rumah sakit. Ia seperti benteng di lereng gunung, sebuah kompleks bangunan beton yang di dalam temboknya, dunia berubah jadi penuh dedaunan.

Dirimukah Yang bersembunyi Dalam Puisiku?

“Mas, sekarang pukul empat sore, jangan-jangan sudah mau pulang,” Soraya berusaha memutus telepon.
“Ah..enggak. Ada beberapa berkas data-data kantor yang masih harus kuperiksa, kayaknya hari ini kerja lembur lagi sampai malam.”
“Wah banyak rejeki dong mas,” gurau soraya.
“Mawar..mawar. Kamu tidak tahu sebagian data-data ini adalah berkas usaha non profit untuk orang-orang yang tidak punya. Kalau mereka menghitung uang yang sudah lusuh di depanku, aku tidak tega jika tidak membantu mereka. Aku malah memberi mereka uang dan obat gratis jika ada yang sakit. Kalau mereka belum sembuh dan membutuhkan uang untuk membeli obat, mereka akan datang padaku lagi. Kau tahu, jika mereka sudah sembuh, mereka datang dengan membawa pisang, ubi singkong, bahkan ada yang membawa jagung segala. Katanya ini untuk Pak Hagen. Mungkin mereka tahu kalau aku suka makan ubi singkong. Ha..ha..ha..kembali tawa Hagen yang ceria terdengar dari seberang sana.

“Oh ya Mawar, kau masih suka bikin martabak dan es buah melon? Ayo dong undang aku. Aku ingin sekali merasakan martabak dan es buah melon yang kau buat dulu, sekaligus untuk berkenalan dengan suami dan keluargamu yang lain,” desaknya lagi.
“Baik Mas, nanti kalau Mas tidak sibuk, ada waktu yang baik akan kundang makan ke rumah. Tapi mas tahu kan, aku bukan ahli masak, hanya sekedar bisa saja,” ujar Soraya merendah.
“Oh ya…kau selalu berkata begitu, padahal masakanmu paling enak loh. Eh, bagaimana keadaanmu sekarang? Sudah lama ya kita tidak bertemu. Berbahagialah memiliki anak yang sehat. Mawar, Sebetulnya aku ingin bertanya padamu tentang suatu hal, kok malah cerita ngelantur kemana-mana,” lagi-lagi ada nada sendu pada kata-kata hagen yang ditangkap telinga Soraya.
“Mawar, udah dulu ya, ada temanku yang  baru saja datang, kapan-kapan aku telepon lagi ya,” kata Hagen.
“Silahkan Mas, tapi kalau telepon jangan malam-malam ya. Aku sering terkejut kalau menerima telepon malam hari. Selamat bekerja, mudah-mudahan berhasil membantu orang-orang yang tidak mampu, salam buat istrinmu ya,” ucap Soraya mengakhiri pembicaraan.

Gagang telepon diletakan, tetapi Soraya masih merenung di kursinya. Haruskah Mas Hagen tahu tentang kesendirianku kini? Sampai berapa lama aku dapat menyembunyikan statusku ini padanya? Bagaimana kalau suatu saat dia memaksa datang ke rumah  dengan istrinya untuk bertemu Mas Mirza dan Cahaya? Tiba-tiba timbul rasa cemburu kepada istri mas hagen. Berbahagialah wanita yang menjadi istrinya. Soraya tahu betul sifat Hagen. Orangnya sabar, ceria, sering mengalah, penuh rasa tanggung jawab, suka membantu dan membimbing, serta sifat yang paling menonjol adalah dia selalu ingin melindungi. Apakah Mas Hagen akan melecehkan keadaanku nanti setelah tahu aku seorang janda? Soraya larut dalam pikirannya. Lemas rasa badannya mendengar suara Hagen. Bayang-bayang masa lalunya yang sangat manis Hagen muncul kembali.
“Ahhhh….mengapa aku jadi begini, seperti remaja yang sedang dimabuk cinta. Soraya malu pada dirinya sendiri.
Soraya tidak menyadari bahwa sejak tadi Dr Jose memperhatikan tingkah lakunya, sambil bermain dengan Cahaya.

Puisiku Masih Menantimu, Di Hatiku

Tahun 1947, perjuangan rakyat cina terhadap penjajahan jepang semakin bergelora. Pemerintahan jepang memberikan sanksi kepada rakyat Cina yang telah di jajahnya. Membuat kondisi ekonomi Cina makin terpuruk. Wang Jang dan suaminya mencari uang di Hong Kong, yang dikuasai Negara Inggris, yang kondisi ekonomi rakyatnya lebih baik dari  daerah Cina yang lain. Di sana mereka berdagang sayuran dan kebutuhan pokok lainnya, dengan hasil lumayan baik. Sebagian uangnya mereka kirimkan ke Cina untuk membiayai kehidupan keluaeganya. Sayangnya, saking sibuknya mencari uang mereka sampai melupakan hal yang penting. Perpanjangan surat izin tinggal.

Untungnya, Gubernur Hong Kong yang baru, memberikan ampunan, sehingga  orang Cina daratan  berkesempatan untuk kembali ke negaranya untuk memperpanjang visa. Wang Jang pun berniat  pulang sekaligus melepas rindu pada keluarganya. Namun, begitu melngkah melewati perbatasan Hong Kong Dan Cina, mereka segera dipisahkan dari orang orang lainnya, dan segera digiring ke penjara.

Sejak saat itu, setiap hari selama dua minggu pertama suaminya mendapat pukulan dan tendangan. Demikian berat siksaan itu sampai sampai suatu hari suaminya dikembalikan ke sel dalam  keadaan pingsan.
“Di sel kami tidak ada air. Untuk membersihkan luka dan membangunkannya, aku terpaksa meludahi wajah suamiku. Aku terpaksa melakukannya,” Wang Jang bercerita dengan mata berkaca kaca.

Belakangan Wang Jang tahu alasan penangkapan dirinya, yakni perubahan nama keluarga. Tindakan itu ditengarai sebagai usaha mengganti identitas yang biasa di lakukan mata mata. Sudah  lima bulan, Wang Jang dipisahkan dari suaminya. Selama itu pula ia tak pernah mendengar kabar tentang suaminya, apakah masih hidup atau sudah mati. Selain itu, selama itu pula ia menjalani sendiri berbagai macam penyiksaan.

Pengalaman para perempuan lain pun kurang lebih sama dengan Wang Jang. Mereka dimasukkan penjara gara gara tuduhan  yang sesungguhnya tidak pernah mereka lakukan.
“Mengakui atau tidak mengakui tuduhan itu, keadaan kami tidak akan berubah. Kami tidak akan lepas dari siksaan dan hukuman,: kata Kim sung yang berambut hitam panjang yang duduk di samping Wang Jang.

Malam pertama di penjara telah membuka pikiran Ay Lan. Kalau ia dapat keluar dari penjara ini dalam keadaan hidup, maka ia akan segera membawa kabur dari Cina. Mungkin ke negeri di seberang lautan. Tidak peduli apakan ia harus berjualan sayuran seperti yang dilakukan wang Jang.

Satu minggu kemudian. Hari hari terasa sangat panjang. Hari Rabu itu pun akan berjalan sebagaimana biasa. Pasti ada satu orang di antara mereka yang menjalani pemeriksaan dan penyiksaan. Pukulan di perut, tamparan, jambakan di rambut, setruman listrik dan ada beberapa teman satu selnya yang di perkosa. Hingga  jatuh pingsan. Hal itu membuat Ay Lan ketakutan dan salut pada teman temannya yang bertahan menjalani jenis pemeriksaan yang lebih berat.

Tiba tiba pintu penjara terbuka, dan dua orang sipir penjara dengan tampang sangar masuk ke dalam ruangan penjara.

“Narapidana nomor 21..! Ikut kami..!” tiba tiba sipir penjara memanggil Ay Lan. Ay Lan wajahnya langsung pucat ketakutan. Wang Jang memegang tangannya menenangkannya.
 “Ikutlah dengan mereka, jangan takut. Kami akan mendoakanmu,“kata Wang Jang berbisik.



Padepokan Halimun, 28 Oktober 2011







· · · Bagikan · Hapus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar