Jumat, 30 Maret 2012

Puisi Caping Gunung

Puisi Caping Gunung

oleh Andrie Enrique Ayyas Camarena pada 5 Mei 2011 pukul 20:36 ·
berangkat dari lagu "Caping Gunung" karya Gesang.
tentang keprihatinan seorang ayah yang harus berpisah dengan anaknya, untuk berangkat perang. Sejak kecil ia memelihara anak itu, tetapi kemudian harus pergi karena perang. Konon, perang sudah usai dimenangkan, tetapi anak lelakinya tak kunjung pulang. Apakah  ia lupa pada janji untuk kembali pulang?


Puisi Caping Gunung

anakku, kau berasal dari  rumah perjalanan lahir batin
meraba dalam gelap,  awal dan akhir sebuah impian
kutulis semua harapanku di ruangruang terpisah
membuka tabir rahasia hidup
di ruang tengah, tempat kau bersembunyi untuk pulang
mencari keteduhan jiwa, tertutup soraksorai karnaval masa kecil
manusiamanusia tanpa  tubuh, tersobek dan hilang di kotak mainan masa lalu
layanglayang, blangkon, kain batik, keris dan seragam prajurit
menjadi artefak kelabu, menyelinap rasa sepi
ruh kecilku  tak bertubuh, memancar dalam sunyi
tersimpan dalam kalbu, air mata yang menetes
menjadisayapsayap malam, duduk  bersila menyapa hening
tanpa sosokmu yang menyerap semua unsur cinta

jendela, pintu, meja kursi, debu dan
selembar daun kering  melayang
jatuh di beranda, burungburung mematuki beras
yang di tebar di halaman, hinggap di teras rumah
teras tempatku mengintip bulan, tertutup bayanganmu yang  memantul
menjadi urat nadi yang kurindu
bergerak, bergulir pada lembarlembar tua
yang akan kutitipi sisa hidupku

anakku, sekarang kau  ada di mana?
di kamarmu, ayah menaruh kursi sofa kesukaanmu dan
sebuah sajadah, di sudutsudut ruangan
kubangun tiangtiang listrik dengan  pengeras suara
kabelkabel menjulur ke atapatap doa

dinding dan langitlangit kamar,
berkisah tentang perjalanan hidup
sayupsayup lagu caping gunung mengalun di dalam ruangan
membekukan fotofoto yang merintih sedih

di kursi sofa itu nak,
kulihat kau masih duduk termenung
mengingkari janjimu untuk pulang
ribuan alasan kau katakan
mengabarkan pada terompetterompet yang sering kau tiup
tergeletak  di atas almari, di samping diarymu

nak, tubuhku ingin bercerita untukmu
pada diam, nafas, gerak, suara, dan  pikiranku
sampai jangkrikjangkrik malam  mulai lelah dan tertidur
kuberjingkat perlahan, mengenakan bajubaju kenangan
ketika semua harapanku menjadi sebuah nyawa
sebagaimana gen lakilaki dan perempuan
menjadi satu tubuh

kurindu tawa canda dan
ingin mengobrol banyak hal  denganmu
tentang mimpi dan citacita
kemudian menulis rasa sayangku
kulipat dalam suratsurat hati
kukirimkan pada pemilik syairsyair  cahaya

kuingat saat  kau akan berangkat berperang
kau cium tanganku lalu bekata,
"yah, tolong titip dan rawat puisipuisi yang kutulis di diary,
karena mereka ingin menjadi manusia yang ingin membalas budi."
kulihat punggungmu untuk terakhir kali
sampai hilang di belokan jalan

ketika sang surya belum mencapai puncaknya di langit
ku baca kumpulan puisimu dan
aku seperti sedang beribadah tentang makna hidup, kujujuran dan
kepolosan yang tidak bisa kuraih

dengan segenap kerinduanku padamu nak,
aku tahu kau pasti bahagia di sana

nak, kurindu padamu


Padepokan Halimun, 05 Mei 2011




· · · Bagikan · Hapus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar