Rabu, 14 Maret 2012

Kicauan Cinta, kemarin, hari Ini dan Esok hari

Kicauan Cinta, kemarin, hari Ini dan Esok hari

oleh Andrie Enrique Ayyas Camarena pada 5 Oktober 2011 pukul 20:51 ·
Kicauan Cinta, kemarin, hari Ini dan Esok hari
: Ateau

teau, aku memang pria yang mempunyai banyak kekurangan, dan aku belum mampu membahagiakanmu, tapi hatiku selalu dipenuhi dirimu. Lalu, maukah kau tinggal lebih lama lagi denganku?
Kicauan cintaku, beginikah seharusnya cinta kupuisikan untukmu?
Tapi ini bukan puisi, ini adalah kenangan denganmu. Kusentuhkan diriku dengan kesadaran, tubuh, pemikiran, batin dan inspirasi, yang kutuang pada gelas gelas cinta di atas meja rindumu.

Kicauan Cinta, kemarin, hari Ini dan Esok hari
: Ateau

Teau,
kemarin
kita adalah bougenville, dengan kuncup kuncup flamboyan
setangkai bunga yang membuka kisah dua sejoli
dan kita seperti ruh kecil, tertidur memeluk mimpi
menanti sang lebah menghisap sekuntum madu
yang menjadi gerimis, tak pernah raib
dan ruh kecil itu semakin manis, dengan kelopak bermekaran
merambati setangkup janji, tergambar di genggaman tangan
hanya untuk mengungkapkan cinta
di depan pujaan hati

sedangkan hari ini teau,
cintaku
seperti debu debu, berterbangan
menuju titik pulang di pantaimu
mengubur debur ombak
yang terus terulang, membentur batu karang
mungkin esok sudah terlambat
karena hari ini, tulang rindu di bentuk
darahnya dibuat
dan seluruh perasaannya dibangun
hanya untukmu
kekasih yang terbit dari jantung rembulan

dan esok hari
kita seperti angin, kehilangan arah
berputar putar, menepi di pangkuan doa
menghembuskan  kata kata cinta, yang turun dari awan
membakar udara dan
kebun kebun senja di atas cakrawala
yang basah diguyur hujan kemarin
dan hatiku masih berpacu, pada langitmu yang menggebu
untuk memanen apel cinta di musim petik
yang menjadi kerutan di wajahmu

seperti puisi, cerpen, dan novel percintaan
dirimu adalah lembaran kertas kertas sunyi
menjadi buku, enak dibaca
diguyur cerita cinta, basah menggenangi mata
membasuh jiwa luluh, meredup
tak kan pernah habis kupandangi, kuusap
sampai surga mengusir kita
sepasang insan, di mabuk asmara
yang telah dicampakan dunia

sedangkan tiap hari,
gairahku makin berkecipak
terlontar kemana mana
di bibir, dada, paha dan geraian rambutmu
tak peduli symfoni adam dan hawa
symfoni membiru, berisyarat nafas nafas malam
menghunjam kolam kolam dan lembah yang bersimpuh
membentang, membujur dan terlentang
dari timur ke barat dan
utara ke selatan

duhai kekasih,
di balik punggungku, ada jutaan panah cinta
tak berwujud, tak terlihat
dawai busur terbentang
menantang takdir kehidupan
dan panah panah cinta berdesing
menembus jagat raya
membakar alam semesta, panas membara
bara bara bertebaran, menetes, berjatuhan ke bumi
menemani setangkai kembang cinta

dan sebongkah batupun menangis
menguras air mata, melelehkan waktu
meretakan rindu yang menghantui
entah mantera mantera terikat
atau menyihir sekerat dosa
lihat baik baik teau,
hingga rindu dendam mengakar di ujung belati, serasa berbisik
"kita adalah manusia biasa
dengan ruang ruang terbuka
dan aku masih lelaki yang menikahimu,
lalu adakah yang bisa kutulis selain dirimu?"

mungkin aku telah gila,
sekarat, merindukanmu
karena kau adalah puisiku
bergaung
bersahutan
menari di rerumputan atau
lautan
berkicau bagai burung kedasih
di empat penjuru hatiku


Padepokan halimun, 5 Oktober 2011



· · · Bagikan · Hapus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar