Jumat, 30 Maret 2012

The Extraordinary Of Ira Ginda : Gemericik Puisi Di Pintu Hati

The Extraordinary Of Ira Ginda : Gemericik Puisi Di Pintu Hati

oleh Andrie Enrique Ayyas Camarena pada 24 April 2011 pukul 20:25 ·
Pintu tidak tersekat, silahkan masuk

Kartini Indonesia, wanita inspiratif

The Extraordinary Of Ira Ginda : Gemericik Puisi Di Pintu Hati
: Kembara Gelungan Hitam

1.

kutulis untukmu
sebuah  puisi
ketika kujatuh cinta
pada tarian jemarimu
di suatu malam
dari kabut dingin halimunku
yang terperangkap rindu

saat hurufhuruf mulai hilang dan
paras wajahmu lenyap
ditelan cahaya rembulan
aku harus mengingatnya berkalikali
untuk menjepit cahayanya
agar puisi kecilku ini lahir

puisi yang kusembunyikan di sayap kunangkunang
saat huruf pertama tertulis
mengkoyakkoyak dada
di ruang sempit
lampu remang
bulan suram dan
gerimis membasahi tanah

membaca puisimu
seperti membaca perjalanan musim
yang berubahubah
dalam warna pelangi
berdiri, duduk, membujur dan terlentang
aku harus membacanya berulangulang secara patologis
untuk menguatkan diri
dari konfrontasi jiwa yang hilang bertahuntahun

di otakku, puisipuisimu bersatu
memenuhi relung kalbu
menjadi aliran darah
membungkus organorgan tubuh
menjadi ruh sunyi dan
memasuki pintu hatiku yang terbuka lebar
masuk dari pintu ke pintu
kamarkamar dan jendelajendela yang kesepian
karena cinta yang ternoda

kutulis untukmu
sebuah  puisi cinta
penuh rindu dendam
yang menjadi kicauan burungburung gelatik
di tengah pagelaran simponi hidup yang tak pernah berakhir

pintu hati yang terbuka
adalah perjalanan panjang melelahkan
timbun menimbun segala cahaya
dan suara sunyi akan berhamburan keluar
ketika ujung penamu kau letakkan di keningku

oh ruhku, jangan berisik dan gaduh
diam, tidurlah di dalam hati
karena rangkaian puisi melati
harum memawangi dan
penuh nuansa kasih sayang
akan ku baca sekali lagi
sebagai teman tidurmu


2.

pada mulanya,
di satu titik lingkaran nyawa
kau adalah sebuah puisi cinta
dari tulang rusuk yang dipatahkan Tuhan

tulang yang gemetaran
dalam pelukkan ruh suci
mengalirkan nyanyian perawan
bergemericik, memanen bungabunga bakung
di tepian hari, minggu dan bulan
berlarian untuk memanjangkan akar  ke dalam tanah
terlilit lelah, larut dalam aliran musim dan
tahuntahun yang di datangi para periperi kecil
akan menghampiri beningnya matamu
yang mengerjap perlahan
lembut menggoda

pernikpernik senyummu
mematukmatuk dengan paruh mungil
untuk menemukan jalan pulang
bertutur sapa pada burung hantu pekuburan
tapi jalan yang kutempuh malah selalu mengutukku,
"pergi, pergi, karena seorang wanita setengah sinting
akan berkaca dan memoles bibirnya,
bibir yang jatuh bersama embun pagi."
embun yang melirik jantungku
memutus urat syaraf
yang menulis syair getir
pada hurufhuruf yang menangis pilu

dapur, umur, dubur, pupur dan kasur
akan selalu menjadi bingkaibingkai malammu
tersaruksaruk sendu
masuk dalam jiwa yang gelisah
bermukim dalam jiwa
menjadi badutbadut kota
yang mempunyai kartu nama emas dan
ribuan mulutmulut kecil yang terengahengah
menanggung sejuta beban derita

tiap detik, badutbadut akan terlihat lucu
tapi waktu akan mengubah mereka menjadi musimmusim kering
yang akan tinggal di negeri angka
untuk diasapi dan ditiduri

kupukupu akan kembali ke jalan setapak
satu jam lagi, sayapsayapnya akan
menggali lubanglubang ingatan
yang hilang ketika angin menerbangkan badutbadut kecil
berserakkan dalam kamar
kamar yang jauh di antara langit dan bumi
tak saling menyapa dan mengenal

air yang mengalir membawa bintang kejora
melepas kesedihan riak air yang diam terbungkam
berkawan akrab dengan hujan
menyeret tanah dan daundaun kering
mengalir menuju muaramu
yang selalu kupanggil dalam galau cinta dan
menghantui sukma

angsa hitam yang dipanggil kaum gipsi
terbang melayanglayang dalam bola kristal
membawa kutukkan dari neraka selama tujuh hari
dan pada hari ke tujuh,
ruh sunyi akan muncul
yang menyiksa baitbait puisi, menyatakan diri
sebagai debt collector jiwa puisi yang terkutuk
kemudian membakarnya,
dan bagiku itu bukan masalah
karena kaulah pemiliknya
yang akan membawaku
menemui dentingdenting malam

aku hanyalah si pencuri kecil
yang akan mencuri jiwamu
jiwa puisi vegetarian dan fruit cocktail
yang membuat mabuk otak sintingku
karena aku adalah lelaki gila
yang selalu berdiri gemetaran
di mabuk asmara
menggigil, dengan rambut basah gerimis
di halaman syair dan
di depan pintu hatimu

betapa jauh jarak antara kita
antara cahaya lilin dan matahari
kesunyianku
kesendirianku
oh, betapa jauh, ya Tuhan


3.

dalam ruangan berkabut di menara hatiku
desiran desir berdesir, angin berhembus malumalu
saat kucumbu bayangmu
tak peduli sakit
tak peduli  luka yang terkubur dan
tak perlu sembunyi dan waswas
untuk mengatakan betapa indah dirimu
dalam pertunjukkan theatre senja
kan kutulis dalam suratsurat cinta
rindu dendam, yang terpantul di cermin retak

duhai pemilik puisi yang cantik,
bolehkah aku menjadi monster penjagamu?
memasuki hatimu dan menjadi pangeranmu?
it looks like a beauty and the beast
yang akan mati ditikam pedang dewi athena
di bawah cahaya rembulan yang kesepian

malam ini, ingin kubakar langit dan
kucuri para little angle
untuk kuberikan padamu
sebagai mahar, ketika meminang puisimu
menjadikannya sebagai pengantinku
mengembalikan martabat tahta ratumu
yang hilang dalam perjalanan peta nasib

nafasnafas rinduku,
ingin selalu menemanimu
seperti cahaya mentari yang terus bercahaya
cahaya abadi, yang selalu setia kepada pagi

sentuhan bibir syairmu Ra,
sesegar dan semanis orange juice
dengan lariklarik savarin cake
yang menjadi menu pembuka para Bachelor Broadway
penuh dialog dan adegan yang berubahubah
di ruangruang cahaya
terus dikenang dan
tak akan dilupakan sepanjang masa

pagi yang cerah ataupun
malam bulan purnama
menyimpan rahasia bayanganmu dalam puisiku
oh, nikmat dan hangat seperti sup matahari di  lidahku
ditemani lebahlebah yang berkhianat kepada bungabunga

duhai puisi kembara
kau adalah kartini masa depan
keibuan dan inspiratif
yang membawa segenggam luka dari puisimu
kuat, tajam, lantang dan berdesing seperti peluru senapan

mungkin mataku mulai kabur
senyumku terlalu hambar
tapi cumbuan semestamu telah membasahi puisiku
hingga merekah sepanjang hari


4.

puisipuisimu itu Ra,
indah, dahsyat dan setengah sinting
seperti dirimu

malam remangremang
ketika  kau mulai muncul
sosokmu seperti bayangan
suasana senyap
ah, gumam lirih ribuan suara
dari pucukpucuk synthesizer
yang dimainkan para bidadari
membekukan hatiku

di tengah gumaman itu Ra,
jiwaku mendengar denting lonceng kecil yang bening
suara musik koto, dengan 12 dawai
berdenting denting di petik
dengan  teknik glisendo

dawaidawai itu seperti ricik air sungai yang jernih
melodinya bercengkok sinden ratu pantai selatan
atmosfermu hening kontemplatif dan
hadirmu Ra,
menaungi hati puisiku

ketika cahaya menerangi anakanak puisimu
kulihat kau ada di titik tengah mereka
duduk termenung, di kepung melodimelodi sunyi
kau mainkan imaji lewat tatapan matamu
setiap puisi yang kau tulis,
tidak ada satupun  huruf
yang tertulis siasia
ekspresi wajah, tarian jemari dan tubuhmu Ra,
selaras dengan nafas jantungmu yang berdetak

puisimu adalah cita rasa asia dan eropa
yang menyerap nadanada tradisi

ricik air, desau angin, ombak laut dan kicau burung
adalah suara alam puisimu
dan dimanapun nafasmu berhembus
kau akan selalu mendapatkan puisi:
puisi yang kau rasakan sebagai puisi

puisi timur dan barat terpadu manis di tanganmu
kuno, kontemporer
akustik dan gothic metal
sangat sintesa dan unik kan Ra?

kau tidak terperangkap dalam puisimu
tapi kau mampu membawanya
melampaui sekatsekat kesunyian dan
batasbatas orang waras

ah, kau selalu membuatku mabuk kepayang Ra


5.

matahari dan bulan menjadi mahkota puisimu
mungkin kaviar, kacang dan kerupuk
yang dikunyah dalam mulutku
akan tertawa melihatku
tapi aku tidak peduli
karena aku tergilagila pada puisimu

mari, kita tuang angguranggur dan
sedikit sentuhan rasa la bonne boucha
ah, malam semakin mabuk dan
bintangbintang akan menggigil
merindukan para zodiak

wajah puisimu, menjadi tokoh utama dalam theatreku
theatre yang kubungkus dengan musik rock ballads dan
cabikkancabikkan gitar heavy metal
yang selalu ingin memadu kisah denganmu
menelan rembulan yang tersembunyi di gelungan  rambutmu
menjinakkan egoku yang meledakledak
tiap kata yang tertulis untukmu
akan menjelma menjadi dirimu

mari kita tuang anggur minoritamu
ah, mulutku terkunci,
ketika kau dekap bibirku
kuingin bercinta di meja poker
berbagi kartu denganmu
tiap  kartu adalah detak jantungku
yang kau mainkan di tiap babak
dan aku menanti kartu As hati
untuk mencuri hati dan
cincin di jari manismu
yang selalu berdering berkalikali
saat pionpion caturku mendekati sang ratu

besok pagi akan kukirim kartu pos
penuh rindu dendam padamu
dari terbitnya mentari
untuk mengetuk pintupintu sunyi

anggurku punya ribuan sayap untuk menuju langit
menemanimu membakar para iblis yang terbang ke atas
satu botol, cukup untuk membanjiri dunia
mengangkat gununggunung dan
menggoyang semesta
untuk menyatukan surga dan neraka

malam temaram menerkam tubuhku lagi
aku beku dalam putaran waktu
tersesat di danaudanau rimba
tempat para burung bangau menari balet
dan para bangau itu tahu
siapa balerina tercantik saat ini:
kamu


6.

pukul 24.00 WIB
malam yang purnama
kubaca manteramantera dalam puisimu
seraut wajahmu mulai muncul
terlihat di sudut, di kelokkan cahaya yang menerang
mataku mengikuti cahaya tubuhmu
bayangku lupa akan siapa diriku
diriku lupa akan siapa bayangku
saat kau bilang," akulah bidadari terakhir di bumi."
terjebak dalam rupa yang tiada
bersetubuh dalam satu suara parau
meninggalkan puisi cantik
bebas, liar tanpa protokoler
menuju orgasme yang terbunuh sepi

malam semakin temaram
rembulan menempatkan bayangmu dalam tubuhku
jemari kananku mengusap wajahku
gigiku mulai bertaring
kepalaku tumbuh sepasang tanduk api
bayangku berlari menjauhi tubuhku
mulutku berteriakteriak
memaki godaan
yang berebut satu ingatan di kepala
mengembara, memanggilmanggil namamu

dimana?
kemana kini wajahku yang kemarin dulu?
tubuhku mulai panas terbakar
menggelepargelepar, mengejang
yang kuingat hanyalah kode
kunci untuk mengungkap duri
yang merayap di otakku
tapi mungkin ingatanku mulai lelah
ia menghilang

di depan sorot matamu
aku berusaha mendapatkan tempat untuk hidup
terengahengah, mataku melotot
air liurku menetes di antara gigi taringku
seperti serigala kelaparan
dan aku menjerit saat cahaya petir menebas ruhku
sunyi
sepi
langit menjadi lautan ganas
menerkam, menikam tubuhku
aku terjerembab
terkapar
mati!



Padepokan Halimun, 24 April 2011
· · · Bagikan · Hapus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar