Puisi Ibu ( Bagian 6 )
oleh Andrie Enrique Ayyas Camarena pada 14 Juli 2011 pukul 20:15 ·
Puisi Ibu ( Bagian 6 )
Tembang Tembang Malam Puisiku
Malam itu, nyawa seorang kakek tak berdosa lenyap sia sia di tangan ke tiga penumpangnya. Mereka tertawa, dengan wajah nanar mengerikan. Penumpang nomor satu dan nomor dua setelah membunuh Pak Ali, mereka langsung menuju taksi yang sudah mereka rampas.
“Bruuukkh….!”
Tiba tiba sesosok makhluk yang mengerikan melompat ke atap taksi, sampai atapnya jebol, dan penumpang nomor tiga tergencet di dalamnya.
“aakkhhh..akhhh..,” penumpang nomor tiga menjerit keras, tubuhnya tergencet atap mobil. Kedua kaki patah. Makhluk mengerikan itu memakai jaket dari bulu serigala hitam, berbadan kekar, tinggi, berwajah iblis, gigi bertaring, mata merah menyala dan di kepalanya ada sepasang tanduk yang mencuat ke atas, pada ujung tanduknya ada api yang berkobar. Makhluk itu mempunyai kulit warna biru gelap, berambut panjang gimbal sebahu, kuku jari tangannya panjang, seperti besi yang ditempa api, dan dia juga mempunyai ekor panjang, di ujung ekornya muncul api yang membara sehingga taksi itu langsung terbakar. Makhluk itu tangannya tiba tiba memanjang dan langsung mencengkeram kepala penumpang nomor tiga, sekali tarik kepalanya langsung putus. Penumpang nomor satu dan nomor dua tercekat dan pucat wajahnya. Mereka seperti terhipnotis tak bisa bergerak. Kepala penumpang nomor tiga yang masih berada di tangan makhluk itu, langsung terbakar sampai menjadi arang lalu rontok tertiup angin malam.
“Siapa kau..?” Teriak penumpang nomor dua, bibirnya bergetar suaranya tidak jelas saking takutnya.
“Ha..ha..ha..ha..ha…darah..darah. Aku lapar, beri aku darahmu. Ha..ha..ha..ha..tapi aku lebih suka nyawa yang sedang ketakutan..” suara makhluk itu berat dan kasar. Setiap nafas yang keluar dari hidungnya adalah udara berapi.
Makhluk itu tiba tiba mengangkat tubuh penumpang nomor dua,. “Akkhh..akhh..” teriak penumpang nomor dua. Saat makhluk itu memutus kedua kaki, darah berceceran, Penumpang nomor dua menjerit keras sekali dan jeritannya terputus, saat makhluik itu memutus kepalanya dan membakarnya dengan nafasnya.
Penumpang nomor satu langsung jatuh terduduk, wajahnya semakin pucat melihat kedua temannya tewas terbunuh dengan cara yang mengerikan. Dia tidak mengira kalau malam ini adalah malam kematian bagi mereka bertiga. Dan penumpang nomor satu semakin ketakutan saat makhluk itu mendekati dirinya.
“Jangan..jangan bunuh aku, tolong ampuni aku..” Tapi suara itu tidak bisa keluar dari mulutnya.
Makhluk itu duduk berjongkok, mendekatkan wajahnya ke depan penumpang nomor satu dan tiba tiba wajah makhluk itu berubah menjadi wajah penumpang nomor tiga yang tersenyum sadis, lalu tiba tiba berubah lagi menjadi wajah nomor dua yang sedang menangis ketakutan. Penumpang nomor satu semakin ketakutan, nyawanya seakan akan mau keluar dari ubun ubun kepalanya.
“Ha..ha..ha..ha,..ha…” makhluk itu tertawa memecah keheningan malam., lalu tiba tiba dia menghilang. Dan penumpang nomor satu masih ketakutan, wajahnya pucat pasi putih bagai tak berdarah. Dia menjadi gila.
Peluru Peluru Kecil Puisiku
Hari tengah beranjak malam. Ajun komisaris Polisi Attar Gallagos dan Ajun Komisaris Jafar Askari, dua Polisi Detektif nyentrik dari Kantor Kepolisian Solo Metro merasa sudah saatnya pulang, mandi air hangat sembari memijat mijat tengkuknya sendiri.. Namun, tiba tiba telepon di meja Attar Gallagos berdering tiga kali.
“Seorang ibu mendengar suara tembakan dari rumah tetangganya,” kata Attar pelan.
Jafar langsung meraih jaketnya. Sementara Attar langsung sibuk mengenakan tempat sarung pistol barunya.
“Pistolnya kegedean. Ketiakku sampai sakit,” sungut Attar berulang ulang.
Jafar memandangi mitranya sambil tersenyum. Pistol baru mereka, Walther P-5, memang punya plus minus. Di satu sisi, lebih canggih dan lebih ringan, karena daya terjang pelurunya mencapai 200 m. namun, ukurannya itu loh, lebih besar dari pistol sebelumnya.
“Kita bukan Polisi patroli jalan raya yang memamerkan pistolnya di pinggang. Tapi detektif yang justru harus menyembunyikan pistol,” omel Attar sembari tergesa gesa keluar dari pintu kantornya. Mereka berpapasan dengan beberapa polisi berseragam. Salah satunya, seorang polisi wanita berparas ayu.
“Hai, Attar,” sapa sang polwan sambil tersenyum.
“Hai juga, Ayumi,”balas Attar
“Ayumi?” komentar Jafar, setelah sang polwan berlalu.
“He-eh. Gimana cantik enggak?Ya Tuhan, hatiku selalu dag dig dug jika bertemu dengannya,” kata Attar.
“Hei, ayo cepat, ada kasus baru yang menunggu kita,” kata Jafar, mengagetkan Attar yang masih terus memandangi polwan Ayumi.
“Bentar lagi ya, aku lagi menikmati keindahan seorang wanita. Suiitt..suuitt..he..he..he..he ,” kata Attar.
“Ayuk, eh ya, kita tadi mau ke mana?” Tanya Attar sambil membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya.
“White Lovett. Loh tadi kan yang menerima telepon kamu?” jawab Jafar pendek. White Lovett adalah wilayah ekslusif, di bagian selatan Solo.
“Oh ya, he..he..he..he,” kata Attar tersenyum dengan Pikiran yang masih tertanam wajah Ayumi.
“Wanita, yang menelpon tadi bilang, ia bukan hanya mendengar suara letusan senjata api, tapi juga teriakkan suara perempuan. Lalu sebuah mobil BMW warna hitam kabur dari rumah tetangganya itu, sayang nomor polisi tak sempat di catat, “ cerita Attar, yang gemar memacu mobil seperti pengebut jalanan.
Tak heran kalau sejurus kemudian, dari kaca spion tiba tiba terlihat sebuah mobil patroli polisi. Seperti biasanya, mereka memberi isyarat agar Attar meminggirkan mobilnya.
“Cuekin saja,” komentar Jafar.
Jafar melirik speedometer. “Baru” 100 km per jam!
“He..he..he..Enggak salah nih. Biasanya kau marah marah kalau aku ngebut.”
“memangnya orang enggak boleh berubah?” sahut Jafar.
“Loh, kok malah berhenti?” protesnya kemudian.
“Ini kan mobil tua. Secepat apa pun dibawa ngebut, tak akan bisa menghindari dari mobil mobil patroli keluaran terbaru. Lihat saja, sekarang mereka sudah nongkrong di depan kita.”
Jafar menarik nafas panjang. “Lagi lagi teknologi modern. Ya pistol, ya mobil, sama sam bikin masalah!”
“Ho-ho-ho, boleh kami ikut jalan jalan?” seru salah satu dari dua polisi yang ada di dalam mobil patroli, begitu tahu kendaraan yang hendak mereka tilang berisi dua detektif Bengal.
“Asal kalian tidak ribut dan menambah masalah, kenapa tidak?” balas Attar sedikit kesal karena perjalanannya terhambat.
Sesampai di White Lovett, tak jauh dari TKP, seorang wanita setengah baya tampak melambai lambaikan tangan pada mereka. Kelihatannya, ia wanita yang tadi menelepon Attar. Setelah bertukar cerita sebentar, rombongan polisi itu segera memeriksa keadaan di sekitar rumah besar, yang menjadi sumber letusan senjata api.
“Aku rasa, tindakan kita ini illegal,” terdengar komentar salah seorang polisi berseragam.
“Kamu benar. Detektif, kita butuh surat perintah untuk masuk ke dalam,” teriak polisi berseragam satunya lagi.
“Bodoh sekali kalian. Ada seorang perempuan tergeletak tak berdaya di tempat tidur. Berbusana minim dan wajahnya berlepotan darah diterjang peluru. Tapi kalian malah omong soal surat perintah,” umpat Attar, sambil memukul mukulkan popor pistolnya pada kaca jendela.
“Heh, percuma. Peralatan modern biasanya terbuat dari plastik ringan, mana mungkin bisa memecahkan kaca. Pakai yang ini saja, kuno tapi dijamin manjur,” anjur Jafar, seraya memungut batu sebesar kepalan tangan dari taman.
“Ayumi,” pekik Jafar begitu masuk kamar.
“Apa?” seru Attar kaget.
“Ia mirip banget dengan Ayumi. Ya ampun, sepertinya bunuh diri. Lihat, tangannya masih memegang pistol. Tapi sebelum bunuh diri, korban kelihatannya sempat pesta minuman keras dan obat obatan. Masih ada gelas dan botol minuman di sini. Tapi, kenapa minum minum dengan hanya berbusana minim?”
Semua memandang Jafar, tapi tak ada yang menjawab pertanyaan Jafar. dua polisi berseragam lalu sibuk menelpon nomor darurat markas besar mereka. Sementara Attar malah berkeliling ruangan.
“Salut. Pemilik rumah ini punya lukisan karya Peter Forst, pelukis terkenal Amerika itu. Kamu tahu Far, harga lukisan ini mungkin setara dengan dua belas bulan gaji kita di kepolisian. Rumah mewah ini pasti Miliaran,” Ajun Komisaris Attar terus ngoceh.
“Tuit..tuit…tuiitt….” Tiba tiba hp Ajun Komisaris Jafar berdering.
“Hei, jelek sekali nada dering hpmu Far,” kata Attar sambil tersenyum.
“Dari bos besar,” kata Jafar setelah melihat siapa yang menelpon. Bos besar adalah atasan mereka berdua, seorang polisi wanita, Komisaris Besar Polisi Adeline Susan Forst.
“Ya halo…..dimana? Hhhmmm..siap bos..!” Jafar kelihatan serius sekali menerima telepon dari atasannya.
“Ada
"Apa Far?” Kata Attar tersenyum. Dia tahu kebiasaan partner kerjanya itu, setiap kali menerima telepon dari atasannya wajahnya langsung memerah, mungkin dia jatuh cinta sama bos besarnya.
“Ada pembunuhan lagi, dibelakang Kantor Mapolres. Seorang sopir taksi di bunuh dan ada 2 mayat lagi yang meninggal mengenaskan dan ada satu lagi korban. Tapi dia Nampak shock sekali. Kita harus segera meluncur ke sana,"kata Jafar.
“Ada pembunuhan lagi? Gila..! Minggu ini saja sudah ada 10 kasus pembunuhan. Malam ini akan berjalan sangat panjang. Ohh, aku akan merindukan air hangat dan tempat tidurku, “ omel Attar.
Aku Masih Belum Tahu Apa Yang Tersembunyi Dalam Hati Ibu Puisiku
Sakitnya Cahaya merupakan jalan bagi Dr Jose untuk mendekati Soraya kembali. Dr Jose sudah izin kepada Dr Rizal untuk menangani Cahaya untuk sementara, sudah seminggu ini Dr Rizal jarang ada di rumah sakit. Jadi Dr Jose akan menyempatkan waktu untuk datang ke rumah Soraya seusai jam kantor atau sebelum praktek. Awalnya agak kagok juga Soraya menerima kedatangannya. Di Rumah hanya ada dia, Cahaya dan pembantunya yang datang tiap pagi dan sore sudah harus pulang yang menemaninya. Padahal Dr Jose sendiri sebenarnya lebih canggung lagi jika bertemu dengan Soraya.
“Koq sepi Mey..” Tanya Dr Jose.
“Ya……semua sedang pergi…”jawab Soraya berbohong untuk menutupi kegundahanya. Di dinding terpampang foto keluarga yang besar. Foto Soraya dengan keluarga besar dan foto dia dengan seorang laki laki dengan memakai baju jas kantoran, dan di sebelahnya foto laki laki memakai baju batik, berdiri tepat di belakang Soraya.
“Mungkin itu suaminya dulu” pikir Dr Jose dalam hati.
“Sebentar ya Jos, aku ambil Cahaya dulu,” kata Soraya.
“Loh…orang sakit koq diangkat angkat. Biar aku yang ke sana,” pinta Dr Jose.
Soraya tidak bisa menolak. Dr Jose sudah berdiri. Dantarnya Dr Jose ke kamar Cahaya. Melewati ruangan tengah, Dr Jose melihat kembali foto Soraya dengan suaminya berdua. “Aaahhh…senyum itu masih indah dan manis seperti dulu. Ya Tuhan, aku sungguh mencintainya. Bahagiakah dia selama ini? Aku bahagia kalau selama ini dia bahagia.”
“Cahaya..ini ada Pak Dokter mau nengok Cahaya,” kata Soraya.
“Enggak..enggak..Cahaya udah nggak sakit lagi. Cahaya udah minum obat telus..”jawab Cahaya.
“Sayang, Dokter enggak bawa apa apa koq. Dokter juga enggak bawa suntikan,” Dr Jose.
“Hanya pegang Cahaya saja ya!”ucapnya lagi penuh selidik. Soraya dan Dr Jose tertawa melihat kata kata Cahaya.
“Iya…manis, Dokter hanya mau pegang Cahaya saja, sambil lihat tangan, kaki, dan mulut Cahaya. Bolehkan?” Tanya Dr Jose.
“Iya deh…kata Cahaya lagi dengan kenesnya. Lucu sekali anak ini, meski buta tapi menggemaskan. Segera Dr Jose memeriksa Cahaya. Panasnya sudah turun dan wajahnya sudah tidak pucat lagi.
“Makanannya gimana Mey…?” Tanya Dr Jose kepada Soraya.
“Ini Ibuku. Mama Soraya, bukan Mey!” protes Cahaya. Dr Jose tersenyum mendengar protes Cahaya.
“Iya..Dokter lupa. Mama Soraya, Kalau gitu, dokter juga bukan Om, tapi Papah Dokter ya..” goda Dr Jose kepada Cahaya.
Betapa sabarnya Dr Jose melayani Cahaya. Sabar! Ya….kesabaran inilah yang menonjol darinya. Soraya ingat, bagaimana dulu Dr Jose dengan sabarnya ngemong Soraya saat mereka hadir suasana pesta ulang tahun. Dalam pesta itu, Soraya asyik dengan teman teman pria dan wanita, dia lupa saat itu dia datang bersama Dr Jose yang sudah menjadi mahasiswa kedokteran. Soraya bergurau bebas dengan teman teman prianya, menari dan menyanyi. Dia tak menyadari kalau Dr Jose menjadi gelisah melihat tingkah laku Soraya. Dibiarkan Soraya meluapkan kegembiraan bersama teman temannya. Sewaktu pulang, baru Dr Jose menegurnya dengan lembut, bahwa hal hal semacam tadi sangat mengganggu perasaanya, karena dia sangat mencintai Soraya. Tidak ada sepatah kata bernada keras, tetapi kelembutan, kesabaran yang menyadarkan Soraya.
“Jadi..jadi Doktel mau menjadi papah Cahaya..? benel…benel ya..?”
“Iya..iya….”
“Asyik..Cahaya punya papah..papah Doktel namanya ya..”teriak Cahaya mengagetkan Soraya dari lamunannya. Terperangah sejenak keduanya mendengar luapan kegembiraan Cahaya. Ada nada nada kebahagiaan dari kata kata yang dilontarkan anak perempuan ini mungil ini. Sekejap mereka berpandangan. Namun Dr Jose segera mengalihkan suasana itu. Dia tahu, Soraya pasti gugup mendengar kata kata yang polos keluar dari bibir anaknya itu.
“Kalau udah besar, nanti Cahaya pengen jadi apa?”
“Mau jadi Doktel..”katanya lucu, sambil menyipitkan matanya yang memang sudah tidak bisa melihat itu. Keningnya agak berkeringat karena sisa sisa panasnya memang belum turun benar. Rasa haru terlihat di wajah Soraya melihat ke dua orang ini bercengkerama. Soraya mencoba menentramkan hatinya dengan mengusap kening Cahaya, tetapi entah karena sama sama galau, Dr Jose pun secara reflek mengulurkan tangannya ke arah kening Cahaya. Cepat Soraya menarik tangannya. Ada perasaan aneh di dadanya. Debaran di dadanya membuat Soraya gugup. Dr Jose tahu hal ini. Diliriknya Soraya sambil tangannya tetap mengusap kening Cahaya.
Cahaya makannya banyak enggak…? Kalau mau cepat sembuh, Cahaya harus banyak makannya. Pelan pelan saja makannya ya. Mamah Soraya kan nungguin Cahaya terus kalau makan ya,” tukas Dr Jose. Manja sekali Cahaya menganggukkan kepalanya.
“Minum susunya juga banyak ya…” kata Dr Jose.
Cahaya hanya terdiam dan menundukkan kepalanya.
“Dia sekarang sulit sekali minum susunya, dulu waktu bayi dia suka minum susu, sekarang udah enggak mau lagi..”kata Soraya memecahkan suasana.
Suara itu..ya…Dr Jose sadar, bahwa sejak tadi dia hanya mengajak cahaya bicara terus.
“Loh..kok enggak mau minum susu..?tanya Dr Jose.
Serupa dengan mamanya, pikir Dr Jose. Dia hafal sekali, Soraya kurang menyukai minuman sehat ini. Entah mengapa, dia kelihatanya cukup puas dengan minum air putih saja setiap saat.
Ibu Puisiku Sering berkata," berjuanglah Nak."
Tubuh Ay Lan merinding ketika tangannya tak sengaja merasakan dinginnya dinding sel. Di kegelapan ia melihat bayang bayang tubuh manusia di berbagai sudut, tapi tak jelas bentuk rupa mereka. Satu bayangan mendekatinya. Seorang perempuan seusia dirinya memperkenalkan diri. Namanya Wang Jang. Perempuan dalam bayangan yang masih gelap itu dengan sabar memperkenalkan situasi sel itu. Dari Wang Jang pula Ay Lan tahu, ia adalah narapidana nomor 21 di ruangan kecil itu.
Bau busuk merebak ke seluruh ruang sel. Ay Lan menduga, bau busuk itu berasal dari muntahan yang tercecer di seluruh permukaan lantai, menyatu dengan bau busuk makanan, bau tubuh yang tidak mengenal mandi dan bau toilet yang amat sering digunakan.
Dari seberkas sinar yang masuk melalui jendela kecil Ay Lan melihat wajah Wang Jang. Matanya teduh tampak kontras dengan wajah wajahnya yang putih pucat. Suaranya dengan lembut menyebut Ay Lan sebagai “Burung Hong Kecil”. Panggilan itu membuat Ay Lan cepat akrab. Dari Wang Jang pula Ay Lan belajar bertahan hidup.
“Jangan khawatirkan anak anakmu. Pasti ada keluargamu yang akan menjaga mereka. Tapi di sini, engkau hanya perlu menjaga diri agar tidak menjadi gila. Selain itu, habiskan semua makanan yang diberikan. Kita butuh kekuatan selama menjalani pemeriksaan. Tapi, jangan sentuh masakan yang berasal dari labu. Masakan itu biasanya beracun. Bulan lalu, kami semua keracunan, malah salah satu teman kami tewas, karenanya memakan sup dari labu.”
Ay Lan menggigil ketakutan. Ia tidak tahu apakah bisa hidup dalam penjara seperti saat ini. Semua impian impiannya seakan akan telah hilang. Ia menangis, bingung dan merintih. Teringat semua orang orang yang dicintainya, dia merasa tidak akan bertemu mereka lagi.
Ay Lan merasakan tubuhnya makin tidak karuan. Berbagai pikiran mengerikan mencengkeram pikirannya, bau busuk yang tidak tertahankan, dan rasa lapar telah mengacaukan tubuhnya. Tiba tiba ia merasa rasa nyeri mengalir di sepanjang lengan dan bagian dadanya. Ia sadar tampaknya penyakit jantungnya kumat. Ia mengalami serangan jantung. Beberapa detik kemudian jari jarinya terasa kebas.
“Wang Jang, tampaknya penyakit jantungku kumat. Tolong aku, dadaku sakit sekali.”
Wajah Ay Lan semakin pucat, bibirnya gemetaran, dan tangannya memegangi dadanya yang sebelah kiri. Wang Jang melompat dari tempat duduknya, mengambil panik kaleng lalu memukul mukulkan pada pintu sel.
“Tooolooong…..toloonngg..toolonngg.. panggilkan dokter. Teman kami jatuh sakit. Tolonnng..Tolonngg..!”
“Hei..heeiii..,siapa pembuat keonaran ini?” Bentak sipir penjara dari jendela kecil.
“Perempuan itu tampaknya kena serangan jantung,” teriak Wang Jang.
Lalu dua orang sipir penjara membuka pintu penjara, sambil marah marah pada Wang Jang dan Ay Lan.
“Ayo bangun. Jangan tidur di sini,” bentak sipir penjara dengan kasar. Lalu mendorong tubuh Ay Lan keluar dari sel, hingga membuat dia terjungkal dan wajahnya membentur tembok. Hidungnya berdarah.
“Hei, kalo berjalan jangan pelan pelan. Kayak nenek nenek saja kau ini. Menyebalkan!” omel sipir penjara pada Ay Lan
“Apa kalian tidak malu memperlakukan seorang wanita lemah dengan kasar? Apa orang tua kalian tidak pernah mendidik kalian dengan baik?” protes Ay Lan.
“Duuhk..!”
Ay Lan jatuh pingsan karena tiba tiba sebuah pukulan keras menghantam kepalanya.
Bersambung........
Padepokan Halimun, 14 Juli 2011
Tembang Tembang Malam Puisiku
Malam itu, nyawa seorang kakek tak berdosa lenyap sia sia di tangan ke tiga penumpangnya. Mereka tertawa, dengan wajah nanar mengerikan. Penumpang nomor satu dan nomor dua setelah membunuh Pak Ali, mereka langsung menuju taksi yang sudah mereka rampas.
“Bruuukkh….!”
Tiba tiba sesosok makhluk yang mengerikan melompat ke atap taksi, sampai atapnya jebol, dan penumpang nomor tiga tergencet di dalamnya.
“aakkhhh..akhhh..,” penumpang nomor tiga menjerit keras, tubuhnya tergencet atap mobil. Kedua kaki patah. Makhluk mengerikan itu memakai jaket dari bulu serigala hitam, berbadan kekar, tinggi, berwajah iblis, gigi bertaring, mata merah menyala dan di kepalanya ada sepasang tanduk yang mencuat ke atas, pada ujung tanduknya ada api yang berkobar. Makhluk itu mempunyai kulit warna biru gelap, berambut panjang gimbal sebahu, kuku jari tangannya panjang, seperti besi yang ditempa api, dan dia juga mempunyai ekor panjang, di ujung ekornya muncul api yang membara sehingga taksi itu langsung terbakar. Makhluk itu tangannya tiba tiba memanjang dan langsung mencengkeram kepala penumpang nomor tiga, sekali tarik kepalanya langsung putus. Penumpang nomor satu dan nomor dua tercekat dan pucat wajahnya. Mereka seperti terhipnotis tak bisa bergerak. Kepala penumpang nomor tiga yang masih berada di tangan makhluk itu, langsung terbakar sampai menjadi arang lalu rontok tertiup angin malam.
“Siapa kau..?” Teriak penumpang nomor dua, bibirnya bergetar suaranya tidak jelas saking takutnya.
“Ha..ha..ha..ha..ha…darah..darah. Aku lapar, beri aku darahmu. Ha..ha..ha..ha..tapi aku lebih suka nyawa yang sedang ketakutan..” suara makhluk itu berat dan kasar. Setiap nafas yang keluar dari hidungnya adalah udara berapi.
Makhluk itu tiba tiba mengangkat tubuh penumpang nomor dua,. “Akkhh..akhh..” teriak penumpang nomor dua. Saat makhluk itu memutus kedua kaki, darah berceceran, Penumpang nomor dua menjerit keras sekali dan jeritannya terputus, saat makhluik itu memutus kepalanya dan membakarnya dengan nafasnya.
Penumpang nomor satu langsung jatuh terduduk, wajahnya semakin pucat melihat kedua temannya tewas terbunuh dengan cara yang mengerikan. Dia tidak mengira kalau malam ini adalah malam kematian bagi mereka bertiga. Dan penumpang nomor satu semakin ketakutan saat makhluk itu mendekati dirinya.
“Jangan..jangan bunuh aku, tolong ampuni aku..” Tapi suara itu tidak bisa keluar dari mulutnya.
Makhluk itu duduk berjongkok, mendekatkan wajahnya ke depan penumpang nomor satu dan tiba tiba wajah makhluk itu berubah menjadi wajah penumpang nomor tiga yang tersenyum sadis, lalu tiba tiba berubah lagi menjadi wajah nomor dua yang sedang menangis ketakutan. Penumpang nomor satu semakin ketakutan, nyawanya seakan akan mau keluar dari ubun ubun kepalanya.
“Ha..ha..ha..ha,..ha…” makhluk itu tertawa memecah keheningan malam., lalu tiba tiba dia menghilang. Dan penumpang nomor satu masih ketakutan, wajahnya pucat pasi putih bagai tak berdarah. Dia menjadi gila.
Peluru Peluru Kecil Puisiku
Hari tengah beranjak malam. Ajun komisaris Polisi Attar Gallagos dan Ajun Komisaris Jafar Askari, dua Polisi Detektif nyentrik dari Kantor Kepolisian Solo Metro merasa sudah saatnya pulang, mandi air hangat sembari memijat mijat tengkuknya sendiri.. Namun, tiba tiba telepon di meja Attar Gallagos berdering tiga kali.
“Seorang ibu mendengar suara tembakan dari rumah tetangganya,” kata Attar pelan.
Jafar langsung meraih jaketnya. Sementara Attar langsung sibuk mengenakan tempat sarung pistol barunya.
“Pistolnya kegedean. Ketiakku sampai sakit,” sungut Attar berulang ulang.
Jafar memandangi mitranya sambil tersenyum. Pistol baru mereka, Walther P-5, memang punya plus minus. Di satu sisi, lebih canggih dan lebih ringan, karena daya terjang pelurunya mencapai 200 m. namun, ukurannya itu loh, lebih besar dari pistol sebelumnya.
“Kita bukan Polisi patroli jalan raya yang memamerkan pistolnya di pinggang. Tapi detektif yang justru harus menyembunyikan pistol,” omel Attar sembari tergesa gesa keluar dari pintu kantornya. Mereka berpapasan dengan beberapa polisi berseragam. Salah satunya, seorang polisi wanita berparas ayu.
“Hai, Attar,” sapa sang polwan sambil tersenyum.
“Hai juga, Ayumi,”balas Attar
“Ayumi?” komentar Jafar, setelah sang polwan berlalu.
“He-eh. Gimana cantik enggak?Ya Tuhan, hatiku selalu dag dig dug jika bertemu dengannya,” kata Attar.
“Hei, ayo cepat, ada kasus baru yang menunggu kita,” kata Jafar, mengagetkan Attar yang masih terus memandangi polwan Ayumi.
“Bentar lagi ya, aku lagi menikmati keindahan seorang wanita. Suiitt..suuitt..he..he..he..he ,” kata Attar.
“Ayuk, eh ya, kita tadi mau ke mana?” Tanya Attar sambil membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya.
“White Lovett. Loh tadi kan yang menerima telepon kamu?” jawab Jafar pendek. White Lovett adalah wilayah ekslusif, di bagian selatan Solo.
“Oh ya, he..he..he..he,” kata Attar tersenyum dengan Pikiran yang masih tertanam wajah Ayumi.
“Wanita, yang menelpon tadi bilang, ia bukan hanya mendengar suara letusan senjata api, tapi juga teriakkan suara perempuan. Lalu sebuah mobil BMW warna hitam kabur dari rumah tetangganya itu, sayang nomor polisi tak sempat di catat, “ cerita Attar, yang gemar memacu mobil seperti pengebut jalanan.
Tak heran kalau sejurus kemudian, dari kaca spion tiba tiba terlihat sebuah mobil patroli polisi. Seperti biasanya, mereka memberi isyarat agar Attar meminggirkan mobilnya.
“Cuekin saja,” komentar Jafar.
Jafar melirik speedometer. “Baru” 100 km per jam!
“He..he..he..Enggak salah nih. Biasanya kau marah marah kalau aku ngebut.”
“memangnya orang enggak boleh berubah?” sahut Jafar.
“Loh, kok malah berhenti?” protesnya kemudian.
“Ini kan mobil tua. Secepat apa pun dibawa ngebut, tak akan bisa menghindari dari mobil mobil patroli keluaran terbaru. Lihat saja, sekarang mereka sudah nongkrong di depan kita.”
Jafar menarik nafas panjang. “Lagi lagi teknologi modern. Ya pistol, ya mobil, sama sam bikin masalah!”
“Ho-ho-ho, boleh kami ikut jalan jalan?” seru salah satu dari dua polisi yang ada di dalam mobil patroli, begitu tahu kendaraan yang hendak mereka tilang berisi dua detektif Bengal.
“Asal kalian tidak ribut dan menambah masalah, kenapa tidak?” balas Attar sedikit kesal karena perjalanannya terhambat.
Sesampai di White Lovett, tak jauh dari TKP, seorang wanita setengah baya tampak melambai lambaikan tangan pada mereka. Kelihatannya, ia wanita yang tadi menelepon Attar. Setelah bertukar cerita sebentar, rombongan polisi itu segera memeriksa keadaan di sekitar rumah besar, yang menjadi sumber letusan senjata api.
“Aku rasa, tindakan kita ini illegal,” terdengar komentar salah seorang polisi berseragam.
“Kamu benar. Detektif, kita butuh surat perintah untuk masuk ke dalam,” teriak polisi berseragam satunya lagi.
“Bodoh sekali kalian. Ada seorang perempuan tergeletak tak berdaya di tempat tidur. Berbusana minim dan wajahnya berlepotan darah diterjang peluru. Tapi kalian malah omong soal surat perintah,” umpat Attar, sambil memukul mukulkan popor pistolnya pada kaca jendela.
“Heh, percuma. Peralatan modern biasanya terbuat dari plastik ringan, mana mungkin bisa memecahkan kaca. Pakai yang ini saja, kuno tapi dijamin manjur,” anjur Jafar, seraya memungut batu sebesar kepalan tangan dari taman.
“Ayumi,” pekik Jafar begitu masuk kamar.
“Apa?” seru Attar kaget.
“Ia mirip banget dengan Ayumi. Ya ampun, sepertinya bunuh diri. Lihat, tangannya masih memegang pistol. Tapi sebelum bunuh diri, korban kelihatannya sempat pesta minuman keras dan obat obatan. Masih ada gelas dan botol minuman di sini. Tapi, kenapa minum minum dengan hanya berbusana minim?”
Semua memandang Jafar, tapi tak ada yang menjawab pertanyaan Jafar. dua polisi berseragam lalu sibuk menelpon nomor darurat markas besar mereka. Sementara Attar malah berkeliling ruangan.
“Salut. Pemilik rumah ini punya lukisan karya Peter Forst, pelukis terkenal Amerika itu. Kamu tahu Far, harga lukisan ini mungkin setara dengan dua belas bulan gaji kita di kepolisian. Rumah mewah ini pasti Miliaran,” Ajun Komisaris Attar terus ngoceh.
“Tuit..tuit…tuiitt….” Tiba tiba hp Ajun Komisaris Jafar berdering.
“Hei, jelek sekali nada dering hpmu Far,” kata Attar sambil tersenyum.
“Dari bos besar,” kata Jafar setelah melihat siapa yang menelpon. Bos besar adalah atasan mereka berdua, seorang polisi wanita, Komisaris Besar Polisi Adeline Susan Forst.
“Ya halo…..dimana? Hhhmmm..siap bos..!” Jafar kelihatan serius sekali menerima telepon dari atasannya.
“Ada
"Apa Far?” Kata Attar tersenyum. Dia tahu kebiasaan partner kerjanya itu, setiap kali menerima telepon dari atasannya wajahnya langsung memerah, mungkin dia jatuh cinta sama bos besarnya.
“Ada pembunuhan lagi, dibelakang Kantor Mapolres. Seorang sopir taksi di bunuh dan ada 2 mayat lagi yang meninggal mengenaskan dan ada satu lagi korban. Tapi dia Nampak shock sekali. Kita harus segera meluncur ke sana,"kata Jafar.
“Ada pembunuhan lagi? Gila..! Minggu ini saja sudah ada 10 kasus pembunuhan. Malam ini akan berjalan sangat panjang. Ohh, aku akan merindukan air hangat dan tempat tidurku, “ omel Attar.
Aku Masih Belum Tahu Apa Yang Tersembunyi Dalam Hati Ibu Puisiku
Sakitnya Cahaya merupakan jalan bagi Dr Jose untuk mendekati Soraya kembali. Dr Jose sudah izin kepada Dr Rizal untuk menangani Cahaya untuk sementara, sudah seminggu ini Dr Rizal jarang ada di rumah sakit. Jadi Dr Jose akan menyempatkan waktu untuk datang ke rumah Soraya seusai jam kantor atau sebelum praktek. Awalnya agak kagok juga Soraya menerima kedatangannya. Di Rumah hanya ada dia, Cahaya dan pembantunya yang datang tiap pagi dan sore sudah harus pulang yang menemaninya. Padahal Dr Jose sendiri sebenarnya lebih canggung lagi jika bertemu dengan Soraya.
“Koq sepi Mey..” Tanya Dr Jose.
“Ya……semua sedang pergi…”jawab Soraya berbohong untuk menutupi kegundahanya. Di dinding terpampang foto keluarga yang besar. Foto Soraya dengan keluarga besar dan foto dia dengan seorang laki laki dengan memakai baju jas kantoran, dan di sebelahnya foto laki laki memakai baju batik, berdiri tepat di belakang Soraya.
“Mungkin itu suaminya dulu” pikir Dr Jose dalam hati.
“Sebentar ya Jos, aku ambil Cahaya dulu,” kata Soraya.
“Loh…orang sakit koq diangkat angkat. Biar aku yang ke sana,” pinta Dr Jose.
Soraya tidak bisa menolak. Dr Jose sudah berdiri. Dantarnya Dr Jose ke kamar Cahaya. Melewati ruangan tengah, Dr Jose melihat kembali foto Soraya dengan suaminya berdua. “Aaahhh…senyum itu masih indah dan manis seperti dulu. Ya Tuhan, aku sungguh mencintainya. Bahagiakah dia selama ini? Aku bahagia kalau selama ini dia bahagia.”
“Cahaya..ini ada Pak Dokter mau nengok Cahaya,” kata Soraya.
“Enggak..enggak..Cahaya udah nggak sakit lagi. Cahaya udah minum obat telus..”jawab Cahaya.
“Sayang, Dokter enggak bawa apa apa koq. Dokter juga enggak bawa suntikan,” Dr Jose.
“Hanya pegang Cahaya saja ya!”ucapnya lagi penuh selidik. Soraya dan Dr Jose tertawa melihat kata kata Cahaya.
“Iya…manis, Dokter hanya mau pegang Cahaya saja, sambil lihat tangan, kaki, dan mulut Cahaya. Bolehkan?” Tanya Dr Jose.
“Iya deh…kata Cahaya lagi dengan kenesnya. Lucu sekali anak ini, meski buta tapi menggemaskan. Segera Dr Jose memeriksa Cahaya. Panasnya sudah turun dan wajahnya sudah tidak pucat lagi.
“Makanannya gimana Mey…?” Tanya Dr Jose kepada Soraya.
“Ini Ibuku. Mama Soraya, bukan Mey!” protes Cahaya. Dr Jose tersenyum mendengar protes Cahaya.
“Iya..Dokter lupa. Mama Soraya, Kalau gitu, dokter juga bukan Om, tapi Papah Dokter ya..” goda Dr Jose kepada Cahaya.
Betapa sabarnya Dr Jose melayani Cahaya. Sabar! Ya….kesabaran inilah yang menonjol darinya. Soraya ingat, bagaimana dulu Dr Jose dengan sabarnya ngemong Soraya saat mereka hadir suasana pesta ulang tahun. Dalam pesta itu, Soraya asyik dengan teman teman pria dan wanita, dia lupa saat itu dia datang bersama Dr Jose yang sudah menjadi mahasiswa kedokteran. Soraya bergurau bebas dengan teman teman prianya, menari dan menyanyi. Dia tak menyadari kalau Dr Jose menjadi gelisah melihat tingkah laku Soraya. Dibiarkan Soraya meluapkan kegembiraan bersama teman temannya. Sewaktu pulang, baru Dr Jose menegurnya dengan lembut, bahwa hal hal semacam tadi sangat mengganggu perasaanya, karena dia sangat mencintai Soraya. Tidak ada sepatah kata bernada keras, tetapi kelembutan, kesabaran yang menyadarkan Soraya.
“Jadi..jadi Doktel mau menjadi papah Cahaya..? benel…benel ya..?”
“Iya..iya….”
“Asyik..Cahaya punya papah..papah Doktel namanya ya..”teriak Cahaya mengagetkan Soraya dari lamunannya. Terperangah sejenak keduanya mendengar luapan kegembiraan Cahaya. Ada nada nada kebahagiaan dari kata kata yang dilontarkan anak perempuan ini mungil ini. Sekejap mereka berpandangan. Namun Dr Jose segera mengalihkan suasana itu. Dia tahu, Soraya pasti gugup mendengar kata kata yang polos keluar dari bibir anaknya itu.
“Kalau udah besar, nanti Cahaya pengen jadi apa?”
“Mau jadi Doktel..”katanya lucu, sambil menyipitkan matanya yang memang sudah tidak bisa melihat itu. Keningnya agak berkeringat karena sisa sisa panasnya memang belum turun benar. Rasa haru terlihat di wajah Soraya melihat ke dua orang ini bercengkerama. Soraya mencoba menentramkan hatinya dengan mengusap kening Cahaya, tetapi entah karena sama sama galau, Dr Jose pun secara reflek mengulurkan tangannya ke arah kening Cahaya. Cepat Soraya menarik tangannya. Ada perasaan aneh di dadanya. Debaran di dadanya membuat Soraya gugup. Dr Jose tahu hal ini. Diliriknya Soraya sambil tangannya tetap mengusap kening Cahaya.
Cahaya makannya banyak enggak…? Kalau mau cepat sembuh, Cahaya harus banyak makannya. Pelan pelan saja makannya ya. Mamah Soraya kan nungguin Cahaya terus kalau makan ya,” tukas Dr Jose. Manja sekali Cahaya menganggukkan kepalanya.
“Minum susunya juga banyak ya…” kata Dr Jose.
Cahaya hanya terdiam dan menundukkan kepalanya.
“Dia sekarang sulit sekali minum susunya, dulu waktu bayi dia suka minum susu, sekarang udah enggak mau lagi..”kata Soraya memecahkan suasana.
Suara itu..ya…Dr Jose sadar, bahwa sejak tadi dia hanya mengajak cahaya bicara terus.
“Loh..kok enggak mau minum susu..?tanya Dr Jose.
Serupa dengan mamanya, pikir Dr Jose. Dia hafal sekali, Soraya kurang menyukai minuman sehat ini. Entah mengapa, dia kelihatanya cukup puas dengan minum air putih saja setiap saat.
Ibu Puisiku Sering berkata," berjuanglah Nak."
Tubuh Ay Lan merinding ketika tangannya tak sengaja merasakan dinginnya dinding sel. Di kegelapan ia melihat bayang bayang tubuh manusia di berbagai sudut, tapi tak jelas bentuk rupa mereka. Satu bayangan mendekatinya. Seorang perempuan seusia dirinya memperkenalkan diri. Namanya Wang Jang. Perempuan dalam bayangan yang masih gelap itu dengan sabar memperkenalkan situasi sel itu. Dari Wang Jang pula Ay Lan tahu, ia adalah narapidana nomor 21 di ruangan kecil itu.
Bau busuk merebak ke seluruh ruang sel. Ay Lan menduga, bau busuk itu berasal dari muntahan yang tercecer di seluruh permukaan lantai, menyatu dengan bau busuk makanan, bau tubuh yang tidak mengenal mandi dan bau toilet yang amat sering digunakan.
Dari seberkas sinar yang masuk melalui jendela kecil Ay Lan melihat wajah Wang Jang. Matanya teduh tampak kontras dengan wajah wajahnya yang putih pucat. Suaranya dengan lembut menyebut Ay Lan sebagai “Burung Hong Kecil”. Panggilan itu membuat Ay Lan cepat akrab. Dari Wang Jang pula Ay Lan belajar bertahan hidup.
“Jangan khawatirkan anak anakmu. Pasti ada keluargamu yang akan menjaga mereka. Tapi di sini, engkau hanya perlu menjaga diri agar tidak menjadi gila. Selain itu, habiskan semua makanan yang diberikan. Kita butuh kekuatan selama menjalani pemeriksaan. Tapi, jangan sentuh masakan yang berasal dari labu. Masakan itu biasanya beracun. Bulan lalu, kami semua keracunan, malah salah satu teman kami tewas, karenanya memakan sup dari labu.”
Ay Lan menggigil ketakutan. Ia tidak tahu apakah bisa hidup dalam penjara seperti saat ini. Semua impian impiannya seakan akan telah hilang. Ia menangis, bingung dan merintih. Teringat semua orang orang yang dicintainya, dia merasa tidak akan bertemu mereka lagi.
Ay Lan merasakan tubuhnya makin tidak karuan. Berbagai pikiran mengerikan mencengkeram pikirannya, bau busuk yang tidak tertahankan, dan rasa lapar telah mengacaukan tubuhnya. Tiba tiba ia merasa rasa nyeri mengalir di sepanjang lengan dan bagian dadanya. Ia sadar tampaknya penyakit jantungnya kumat. Ia mengalami serangan jantung. Beberapa detik kemudian jari jarinya terasa kebas.
“Wang Jang, tampaknya penyakit jantungku kumat. Tolong aku, dadaku sakit sekali.”
Wajah Ay Lan semakin pucat, bibirnya gemetaran, dan tangannya memegangi dadanya yang sebelah kiri. Wang Jang melompat dari tempat duduknya, mengambil panik kaleng lalu memukul mukulkan pada pintu sel.
“Tooolooong…..toloonngg..toolonngg.. panggilkan dokter. Teman kami jatuh sakit. Tolonnng..Tolonngg..!”
“Hei..heeiii..,siapa pembuat keonaran ini?” Bentak sipir penjara dari jendela kecil.
“Perempuan itu tampaknya kena serangan jantung,” teriak Wang Jang.
Lalu dua orang sipir penjara membuka pintu penjara, sambil marah marah pada Wang Jang dan Ay Lan.
“Ayo bangun. Jangan tidur di sini,” bentak sipir penjara dengan kasar. Lalu mendorong tubuh Ay Lan keluar dari sel, hingga membuat dia terjungkal dan wajahnya membentur tembok. Hidungnya berdarah.
“Hei, kalo berjalan jangan pelan pelan. Kayak nenek nenek saja kau ini. Menyebalkan!” omel sipir penjara pada Ay Lan
“Apa kalian tidak malu memperlakukan seorang wanita lemah dengan kasar? Apa orang tua kalian tidak pernah mendidik kalian dengan baik?” protes Ay Lan.
“Duuhk..!”
Ay Lan jatuh pingsan karena tiba tiba sebuah pukulan keras menghantam kepalanya.
Bersambung........
Padepokan Halimun, 14 Juli 2011
- Deena Buditomo wuiiih, ada tambahan cerita horror juga, tambah seru.....14 Juli 2011 pukul 20:26 · · 1
- Andrie Enrique Ayyas Camarena hehehehehe
met malam mbak Deena Buditomo
lagi apa nih?..:)14 Juli 2011 pukul 20:31 · · 1 - Deena Buditomo hullo, andrie, selamat malem juga... ni lagi ngebahas wakatobi, hehehe... lho gak ada foto walther p-5, kok fotonya jadi beretta... lebih enteng yaa..14 Juli 2011 pukul 20:34 · · 1
- Andrie Enrique Ayyas Camarena hahahahahaha
sebenarnya aku lebih suka baretta mbak Deena Buditomo
qiqiqiqiqi
bentar aku ganti ya...:)14 Juli 2011 pukul 20:36 · · 1 - Deena Buditomo lho, gak popo, pake walther juga okey... opo meh ganti glock? hehehe...
ini lagi penasaran dr, jose... jgn2 dia type dr.jeckyl...14 Juli 2011 pukul 20:39 · · 1 - Andrie Enrique Ayyas Camarena hahahahaha, eh Mbak Deena Buditomo
Dr Rizal udah tahu ya?
yang belum tahu kan Dr Jose dan Dr Antonio sama Dr Dr yang lain ya..:)14 Juli 2011 pukul 20:41 · · 1 - Andrie Enrique Ayyas Camarena jempolers:makasih ya
salam hangat dariku..:)14 Juli 2011 pukul 20:43 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena bentar...
udah dibaca semua belum sis Tuditea Masditok?
qiqiqiqiqi
nanti bocorannya sesudah tidur ya..:)14 Juli 2011 pukul 20:59 · - Tuditea Masditok wkwkwk ... sebelum kamu menulis, aku udah tahu kamu bakal menulis ini ... ;p wkwkwk
nanti aza bocorannya di-kado-in yuaaa :p14 Juli 2011 pukul 21:00 · · 1 - Andrie Enrique Ayyas Camarena qiqiqiqiqi, waah berarti kamu saudaranya mama loreng ya?koq udah tahu?
kalo di-kado-in nggak bisa bocor atuh sis Tuditea Masditok..:)14 Juli 2011 pukul 21:03 · - Tuditea Masditok hahaha jangan panggil TUDI kalau enggak tau ... :p
makasudku, kamunya yang ada di dalam kado tersebut ... hahaha ;p14 Juli 2011 pukul 21:04 · · 1 - Andrie Enrique Ayyas Camarena gubrakks..!!
hahahahahaha, TUDI itu artinya "kado hati"..:)
nanti kadonya nggak muat atuh sis tea jika aku dimasukan situ..qiqiqiqi14 Juli 2011 pukul 21:06 · - Roro Senja Saga YgTerpasung .
wew....suka cerita horornya bro....mantep pol !!
ditunggu cerita selanjutnya....14 Juli 2011 pukul 21:07 · · 1 - Dalasari Pera mas, nitip jempol banyak-banyak aja ya. ga bisa komen neh...qiqiqiii14 Juli 2011 pukul 21:08 · · 1
- Andrie Enrique Ayyas Camarena hahahahahaha
wah, aku baru tahu kalo kau suka horor sis Senja Saga YgTerpasung
semoga kau sabar menanti ya..:)14 Juli 2011 pukul 21:09 · · 1 - Andrie Enrique Ayyas Camarena laah ini malah udah koment atuh sis
lagi sakit gigi ya sis Dalasari Pera?qiqiqiqi
kalo nitip jempol banyak, bayar loh..:)14 Juli 2011 pukul 21:10 · - Roro Senja Saga YgTerpasung .
tak tunggu dgn sabang bar !!! dgn sabar bang...wekekekeekk14 Juli 2011 pukul 21:11 · · 1 - Dalasari Pera hikssss..pake hape, jadi ga bisa baca dengan jelas dan ga bisa pula komen..14 Juli 2011 pukul 21:12 · · 1
- Ratna Dewi Barrie Ok Andrie Enrique Ayyas Camarena ; kutunggu Novelmu ini :)14 Juli 2011 pukul 21:12 ·
- Tuditea Masditok kok kado hati ? wkwkwk
(ketawa aza ah walau enggak ngerti ;p)14 Juli 2011 pukul 21:12 · · 1 - Andrie Enrique Ayyas Camarena qqiqiqiqi
makasih ya sis Senja Saga YgTerpasung
sabar itu di sayang andrie..:)14 Juli 2011 pukul 21:14 · · 1 - Andrie Enrique Ayyas Camarena ooohhh, ya udah sis Dalasari Pera bobok dulu ya..:)
semoga nanti malam bisa mimpi indah..hehehehe14 Juli 2011 pukul 21:14 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena hahahahahaha
amien mbak Ratna Dewi Barrie
aku juga tunggu haikumu ya..:)14 Juli 2011 pukul 21:15 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena hahahahahaha
eh, sebenarnya aku juga bingung nih sis Tuditea Masditok
bingung ngirimnya juga
hiks..14 Juli 2011 pukul 21:15 · - Tuditea Masditok kirim kemana ya ? kok aku juga jadi bingung brada, kalau teletabis lagi bingung sih berpelukan, ... hahaha ;p14 Juli 2011 pukul 21:17 · · 1
- Leliana Lesmana yah bersambung......aku tunggu deh sambungannya......pasti seru..14 Juli 2011 pukul 21:18 · · 1
- Andrie Enrique Ayyas Camarena hahahahaha
hiks..hiks..
cup..cupp..cuupp jangan nangis atuh sis Dalasari Pera
qiqiqiqiqi14 Juli 2011 pukul 21:18 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena hahahahaha
nah yang berpelukan itu yang bikin dag dig dug sis tea..:)
kalo sekarang aku cuma bisa memeluk monitor
hiks..14 Juli 2011 pukul 21:19 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena makasih ya mbak Leliana Lesmana
semoga kau hangat di berandaku..:)14 Juli 2011 pukul 21:20 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena qiqiqiqiqi
aku baru 10 tahun tuh sis tea..:)
tapi nggak apa apa ya..qiqiqiqi14 Juli 2011 pukul 21:23 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena qiqiqiqi
makasih ya sis Zai Rania
semoga kau sabar menantinya ya..:)14 Juli 2011 pukul 21:24 · · 1 - Andrie Enrique Ayyas Camarena hahahahaha
kalo gitu aku tambah 10 tahun lagi sis tea, gimana?
qiqiqiqi14 Juli 2011 pukul 21:26 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena gubrakkss...
aku tambah 5 tahun lagi ya
hiks..giman tuh sis tea?14 Juli 2011 pukul 21:27 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena hiks..hiks..aku tambah 5 tahun lagi ya...
hiks14 Juli 2011 pukul 21:28 · - Tuditea Masditok wkwkwk ... silakan tanda tangan di atas stempelnya yuaaa hahaha ;p14 Juli 2011 pukul 21:30 · · 1
- Andrie Enrique Ayyas Camarena hahahahahaha
eh, itu stempel apa sis tea?
stempel utang?qiqiqiqi
kalo stempel nikah aku mau..:)14 Juli 2011 pukul 21:30 · - Tuditea Masditok jiaaaa ... ada kucing sebelah nganggur ... ghakghakghak .. ;p14 Juli 2011 pukul 21:31 · · 1
- Andrie Enrique Ayyas Camarena hahahahahaha
itu pasti kucing yang udah di tok kali sis tea
hhhmm, semoga bukan kucing garong..hahahahaha14 Juli 2011 pukul 21:32 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena qiqiqiqiqi
aadduuhh, met malam sis Ezzyla Fi
semoga malam ini indah buatmu ya..:)
makasih udah menunggu sis..hehehe
puzzlenya nanti kita susun bareng ya..quiqiqiqiqiq14 Juli 2011 pukul 21:33 · · 1 - Tuditea Masditok wkwkwk ... jiaaa ... malu-malu kucing yuaaa, kok kamu jadi merah mukanya, malu yuaaa ? ... ;p14 Juli 2011 pukul 21:34 · · 1
- Andrie Enrique Ayyas Camarena qiqiqiqiqi
aku malu malu semut saja sis tea
hahahahaha
mukaku kena stempel bermeterai jadi keliatan merah ya..
qiqiqiqi14 Juli 2011 pukul 21:35 · · 1 - Tuditea Masditok wkwkwk udah yuaa aku mau jalan dulu, makan yukkssss ;p14 Juli 2011 pukul 21:36 · · 1
- Andrie Enrique Ayyas Camarena gubrakkss..!!1
kan tadi kamu udah makan durian kan sis tea?
masak mau makan lagi?
ikut yaa...:)14 Juli 2011 pukul 21:37 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena koq badannya nggak gemuk gemuk sis?
qiqiqiqi
ya udah sana makan dulu geh..hahahahaha
met malam sis
makasih ya..:)14 Juli 2011 pukul 21:39 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena jempolers :makasih ya
salam hangat dariku..:)14 Juli 2011 pukul 21:40 · - Tuditea Masditok wkwkwk olahraga dong brada ... ok see u yuaaa, salam untuk nyonya dan buah hatimu yua, berbahagialah selalu, salam hormatku byeeeee :DDD14 Juli 2011 pukul 21:41 · · 1
- Andrie Enrique Ayyas Camarena amien..amien...makasih ya sis tea..:)
salam buat keluarga juga ya
semoga kau bahagia dan sehat selalu, amien..:)14 Juli 2011 pukul 21:43 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena terima sekali buat teman teman yang sudah memberikan apresiasi apresiasi dan jempol jempolnya..
aku sangat menghargainya
semoga persahabatan kita tetap abadi yaa...:)
salam hangat dan hormatku buta kalian semua....14 Juli 2011 pukul 21:47 · - Delbin Clyte wah, alurnya, jadi cerita horor bro. hehehe. sip lah, ditunggu kelanjutannya ya. :)14 Juli 2011 pukul 21:59 · · 1
- Andrie Enrique Ayyas Camarena hahahahaha, aku lagi ingin buat horor nih bro Delbin Clyte
sambil melihat rembulan mnalam ini..:)14 Juli 2011 pukul 22:07 · - Dwight Lee waduuh, serem dan serruuuu.....makasih ya Andrie Enrique Ayyas Camarena :)))14 Juli 2011 pukul 22:08 · · 1
- Andrie Enrique Ayyas Camarena qiqiqiqiqi
sama sama my sweet sista Tat Twam Asi
kau juga sosok wanita yang seru dan rame juga sih..:)14 Juli 2011 pukul 22:09 · - Dwight Lee eng....seru buat di getok dan di timpukin telor busuk maksudnya yiaaa.....huaaa ..:P14 Juli 2011 pukul 22:10 · · 1
- Andrie Enrique Ayyas Camarena hahahahaha
wwuuaahhh...ok juga tuh sis
qiqiqi14 Juli 2011 pukul 22:11 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena hahahahaha
maksudnya tuh di getok dan di timpuk telor busuk tapi nggak jadi|
karena rambutmu terlalu indah buat di getok..:)14 Juli 2011 pukul 22:14 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena hahahahaha
wah, habis nahan geer terus nahan apalgi nih sis?
qiqiqi14 Juli 2011 pukul 22:17 · - Dee Wijayanti hadeuuh brad gilee yee critanya semakin seru ajj....pake nyambung lg hikzz.....14 Juli 2011 pukul 22:31 · · 1
- Andrie Enrique Ayyas Camarena kalo nggak nyambung nggak sweru atuh sis Dee Wijayanti
habis bangun tidur ya..?
pasti bentar lagi bobok lagi nih...:)14 Juli 2011 pukul 22:32 · - Dee Wijayanti hakhakhakhakhak...kok tahu seh aq abis bangun tidur hihihihi...hoo..oh ntar jg bobo lg kekekek...14 Juli 2011 pukul 22:34 · · 1
- Andrie Enrique Ayyas Camarena kan tadi aku jadi nyamuk di kamarmu sis..:)
kalo bobok lagi, semoga mimpi indah ya,
semoga bahagia selalu, karena hidup adalah perjalanan bersama sahabat..qiqiqiqqi
*nggak nyambung nih*14 Juli 2011 pukul 22:37 · · 1 - Andrie Enrique Ayyas Camarena hahahahahaha
semakin malam kayaknya nyamuknya nanti semakin nakal loh..:)14 Juli 2011 pukul 22:40 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena wadduuuhh, kao baygon sih sis?
di cubit saja ya..:)14 Juli 2011 pukul 22:44 · · 1 - Cepi Sabre tokohnya semakin banyak ya? tapi semakin lama, semakin berwatak prosa, mas andrie.15 Juli 2011 pukul 0:31 · · 1
- Erny Susanty banyak pelakon baru muncul ya driee..janji ya ini akan dibukukan biar bisa ulang lg bacanya dlm satu buku...ok ya? ya... :)15 Juli 2011 pukul 9:35 · · 1
- >>
waach..Andrieeeeee..
tmbh seru dech..asyix ada unsur Thriller nya..
sieeeep..
Lanjuuuuuuuutkaaaaan..!!
*sambil siapin cemilan lg yg banyaaaak..he he hee*15 Juli 2011 pukul 11:07 · · 1 - Dinda Clyte huaaa.. makin mencekaamm, O sraaamm xxixi.. tp kereenn abiz, cuman yg disel itu jangan sadis2 disiksanyaa.. kesiaann :D.. lanjuuttt kk heheh :D15 Juli 2011 pukul 13:57 · · 1
- Andrie Enrique Ayyas Camarena cerita ini akupikir juga terlalu rumit banget
tapi aku sangat menyukainya sis Dian Aza
makasih udah membacanya..:)15 Juli 2011 pukul 19:49 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena hahahahahaha
mas Cepi Sabre, sebenarnya kau pertama kali membuat cerita ini jadi cerita bersambung,
cuma juduknya saja yang puisi, tapi ini bukan puisi meski awalnya aku kasih puisi..:)
makasih ya mas, beri aku masukan lagi ya..:)15 Juli 2011 pukul 19:50 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena gubraks..!!!!
hahahahaha
nggak apa apa mbakUmmi Hasfa
aku tunggu komnetarnya ya,,:)15 Juli 2011 pukul 19:51 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena qiqiqiqiqi, insyaallah ya mysweet sis Erny Susanty
semoga bisa jadi novel yang bagus
makasih ya..:)15 Juli 2011 pukul 19:51 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena hahahahahahaha
adduuuh mommie Sue Munggaran ini
sebenarnya akusendiri juga tegang nih
tapi makasihsekali udah membacanya..:)15 Juli 2011 pukul 19:52 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena hahahahahaha
ya sis Dinda Clyte
semoga ya,hhhhmmm..qiqiqiqiqi
salam hangat dariku sis15 Juli 2011 pukul 19:53 · - Husni Hamisi wuahhhhh sudah seseru ini, kejar ahhh yang sebelumnya dulu ah16 Juli 2011 pukul 12:01 · · 1
- Elly Dharmawanti hhmmm makin lama,makin seru,makin menegangkan,makin penasaran makin horor...yyyuuukkk lanjjjuuttt...16 Juli 2011 pukul 16:53 · · 1
- Andrie Enrique Ayyas Camarena hahahahaha
ini aku berusaha menampilakn sesuai keinginanmu dulu mas Husni Hamisi
semoga kau menyukainya ya
makasih sekali ya..:)16 Juli 2011 pukul 20:50 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena makasih mbak KembaRa Gelungan Hitam
mohon saran dan masukkanya ya
makasih ya mbak..:)16 Juli 2011 pukul 20:51 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena hehehehehe
makasih sis Elly Dharmawanti
kau suka horor ya?
di lanjut ya..:)16 Juli 2011 pukul 20:51 · - Ando Bolang :
Mainkan terus mas Andrie Enrique Ayyas Camarena, salut atas kreatif, ulet dan kerja kerasnya. Makasih, salam sumringahku. Hehehe, kue terakhir kusantap ya, kabuuuurrrr25 Juli 2011 pukul 12:29 · · 1 - Ditha Lastcocaine Arts Wah, ini bisa di jadikan buku... aku menikmati setiap bagianya bang,... terus berbagi, aku tunggu part selanjutnya. okay... salam hangat25 Juli 2011 pukul 21:23 · · 1
- Andrie Enrique Ayyas Camarena hehehehehe
waahh, mas ando ini mencuri bagian sih
jadi ribet sekarang,hahahahaha
makasih mas26 Juli 2011 pukul 15:20 · - Andrie Enrique Ayyas Camarena bagian ke tujuh udah ku buat mas Last Coccaine Dark Poetry
di noteku, bisa kamu baca,,hehehehehe
makasih ya26 Juli 2011 pukul 15:20 ·
Tidak ada komentar:
Posting Komentar