Senin, 02 April 2012

Sebuah Bintang Di langit

Ini hari ke sepuluh aku dan teman-teman berdemo. Pemerintah yang ingin menurunkan harga kebutuhan pokok, masih belum terlihat sunguh sungguh di mata rakyat. Dari pagi hingga sore hari, tak satupun wakil rakyat yang kelihatan batang hidungnya, untuk menemui kami. Aku memperhatikan anak perempuan kecil yang berdiri di bawah pohon beringin tua. Sudah sepuluh hari ini aku membeli bunga mawar dagangannya. Lucunya, tiap hari dia menurunkan harga daganganya, mungkin dipikirnya aku ini langganannya.

Waktu aku sebesar anak itu, rasanya aku belum tahu untuk apa harus mencari uang, apalagi memikirkan laba. Umur anak perempuan itu sekitar tujuh tahun. Penampilannya sedikit berbeda dibanding anak anak kecil yang lainnya. Wajahnya bulat, rambutnya ikal sebahu, kulitnya bersih dan tidak terlalu kurus. Yang menarik perhatianku adalah mata dan senyumnya, bening, polos dan lembut. Seperti ada bintang berbinar di kedua bola matanya. Dia lebih banyak menyendiri daripada anak anak kecil lain yang berkumpul menonton demo kami di gedung wakil rakyat.

Namanya Thalita, baru sepuluh hari ini kami menjadi teman akrab. Thalita suka bercerita tentang mimpi mimpinya, beberapa terlihat lucu dan tidak masuk akal. Tapi aku suka mendengar ceritanya.
“Aku ingin menjadi bintang di angkasa, aku rindu ayah dan ibunya yang sudah terbang ke langit,” katanya.

Thalita diam diam sering memandangi aku. Kalau kutanya kenapa, dia hanya tersenyum malu dan tidak memberi jawaban. Mungkin aku mirip ayahnya, kakaknya atau temannya. Entahlah.
Yang kutahu, setelah dia memandangiku, dia lalu melihat sebuah foto yang terdapat dalam bandul kalungnya, yang berbentuk hati…lalu memandang langit yang berwarna merah senja..dan beberapa tetes air matanya jatuh di pipinya.




Padepokkan Halimun, 15 Desember 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar