Ini hari ke sepuluh aku dan teman-teman berdemo. Pemerintah yang ingin
menurunkan harga kebutuhan pokok, masih belum terlihat sunguh sungguh di
mata rakyat. Dari pagi hingga sore hari, tak satupun wakil rakyat yang
kelihatan batang hidungnya, untuk menemui kami. Aku memperhatikan anak
perempuan kecil yang berdiri di bawah pohon beringin tua. Sudah sepuluh
hari ini aku membeli bunga mawar dagangannya. Lucunya, tiap hari dia menurunkan harga daganganya, mungkin dipikirnya aku ini langganannya.
Waktu aku sebesar anak itu, rasanya aku belum tahu untuk apa harus
mencari uang, apalagi memikirkan laba. Umur anak perempuan itu sekitar
tujuh tahun. Penampilannya sedikit berbeda dibanding anak anak kecil
yang lainnya. Wajahnya bulat, rambutnya ikal sebahu, kulitnya bersih dan
tidak terlalu kurus. Yang menarik perhatianku adalah mata dan
senyumnya, bening, polos dan lembut. Seperti ada bintang berbinar di
kedua bola matanya. Dia lebih banyak menyendiri daripada anak anak kecil
lain yang berkumpul menonton demo kami di gedung wakil rakyat.
Namanya Thalita, baru sepuluh hari ini kami menjadi teman akrab.
Thalita suka bercerita tentang mimpi mimpinya, beberapa terlihat lucu
dan tidak masuk akal. Tapi aku suka mendengar ceritanya.
“Aku ingin menjadi bintang di angkasa, aku rindu ayah dan ibunya yang sudah terbang ke langit,” katanya.
Thalita diam diam sering memandangi aku. Kalau kutanya kenapa, dia
hanya tersenyum malu dan tidak memberi jawaban. Mungkin aku mirip
ayahnya, kakaknya atau temannya. Entahlah.
Yang kutahu, setelah dia
memandangiku, dia lalu melihat sebuah foto yang terdapat dalam bandul
kalungnya, yang berbentuk hati…lalu memandang langit yang berwarna merah
senja..dan beberapa tetes air matanya jatuh di pipinya.
Padepokkan Halimun, 15 Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar