Hanya tubuhku yang terbaring, menua menyisakan peti mati
Hingga malam selimuti genangan darah, berbahasa lirih
Menusuk, melahirkan luka pada katakata
Yang bertanya pada kerumunan senja:
mencari teduhnya wasiat ibu
Di sana kau, berdiri gamang, memaku detak jantungku
Di ambang cakrawala yang membusung
Kan kuserahkan puisi berbahasa lontar
Dengan lampulampu beraneka warna
Dengan sorot mata lepuh
Sedangkan rerumputan mulai rebah, menatap wajahku
Yang membawa petaka dan celaka
tak berhenti membaca masalah
Untuk menanti lahirnya peristiwa
Yang buta dan tuli
Kala hujan jatuh ke bumi
Menanam surga yang sering kau injak
Maka dia akan merias dirinya
Dan tak tahu kapan berhenti
Hingga puisi membakar memoarmemoar
Yang asapnya menjadi pesan
Di ujung nafas
Padepokan Halimun 02 November 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar